Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
DAVID De Gea, kiper tim nasional Spanyol, dipuja dan dihujat. Dipuja karena kemenangan Spanyol atas Ceko nyaris buyar andai De Gea tak sigap menepis tendangan voli Vladimir Darida pada perpanjangan waktu.
Hujatan menghujani media sosial begitu Vicente del Bosque, juru taktik Spanyol, memutuskan untuk memainkan De Gea sebagai kiper utama La Furia Roja, menghadapi Republik Ceko di laga pertama Grup D Euro 2016 Prancis pada Senin (13/6). Ia dihujat atas kasus pemerkosaan dan perdagangan manusia.
Sepak bola bukan sekadar kepiawaian mengolah si kulit bundar. Ada daya magis keutamaan di sana yang mampu menyedot perhatian penghuni Planet Bumi. Keutamaan dalam sepak bola itulah yang diakui Albert Camus, filsuf Prancis keturunan Aljazair, yang pernah menjadi kiper pada masa mudanya. Camus mengaku berutang budi pada sepak bola jika berbicara tentang moral dan tanggung jawab. Sadar atau tidak sadar, sepak bola sesungguhnya merayakan kemanusiaan.
Merayakan kemanusiaan berarti menjun jung tinggi harkat dan marta bat kemanusiaan. Jauh di atas fondasi nasionalisme yang dipertontonkan setiap negara dalam Piala Eropa, sepak bola merupakan refl eksi keberadaan dunia universal yang multikultural. Ada toleransi yang diperjuangkan dengan kesadaran penuh dalam sepak bola. Simak, misalnya, FIFA mencanangkan moto yang sangat luar biasa pada Piala Dunia 2006 di Jerman: A time to make a friends (saat yang tepat untuk persahabatan) dan Say no to racism (katakan tidak untuk rasialisme). Moto itu mengandung keinginan penyatuan dunia di bawah nilai-nilai universal, tanpa memandang ras, agama dan budaya. Semua disatukan dalam paham egaliter, kesetaraan.
Benang merah toleransi itu pula yang dirajut dalam moto Piala Eropa 2016: Celebrating the art of football, atau merayakan seni sepak bola. Penyatuan kreativitas yang mencerminkan budaya Prancis dengan keindahannya bermain sepak bola. Sama seperti sepak bola, seni juga merupakan refl eksi keberadaan dunia universal yang multikultural. Karena itulah, UEFA sebagai pemilik hajatan menggandeng Jaringan FARE atau Football Against Racism in Europe (organisasi sepak bola antirasialisme di Eropa).
Keduanya mengerahkan mata-mata di stadion untuk mencatat dan melaporkan praktik rasialisme. Tak ada gading yang tidak retak, begitu juga dengan Piala Eropa 2016 terkait dengan maskot. Prancis memilih Super Victor sebagai maskot lewat voting online. Super Victor digambarkan sebagai anak super yang mempunyai kekuatan ajaib seperti superhero. Dia juga mempunyai hobi bermain sepak bola.
Maskot turnamen termasuk yang banyak diburu penggemar. Namun, kehebohan di dunia maya sempat terjadi terkait dengan nama maskot itu. Ketika suporter hendak membeli secara online dan mencari di Google ternyata muncul pula boneka seks dengan nama yang sama, yang juga dijual secara online termasuk di Amazon. Tentu saja tidak ada hubungan antara David De Gea yang dirundung masalah seks dan maskot Super Victor yang ternyata sama nama dengan boneka seks. Itu hanya sebuah kebetulan. Kebetulan pula, bila ketik 'sepak bola, seks' di mesin pencarian Google, ditemukan 502 ribu hasil.
Bila dicari lebih spesifi k lagi, ketik 'david de gea, seks' terdapat 239 ribu hasil. David De Gea sudah mengklarifi kasi tuduhan pelecehan seksual yang menerpa dirinya. UEFA juga mengklarifi kasi kesamaan nama maskot dan alat bantu seks. Klarifi kasi itu membuktikan ibarat sekeping mata uang, pada satu sisi ada sepak bola dan pada sisi lainnya terdapat moral dan tanggung jawab versi Camus. (R-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved