Headline

Istana minta Polri jaga situasi kondusif.

Piala Dunia Paling Aneh

Agus Triwibowo Laporan dari Rusia
16/7/2018 02:45
Piala Dunia Paling Aneh
(Foto: Agus Tri)

FINAL Piala Dunia yang mempertemukan Prancis dan Kroasia di Stadion Luzhniki, Moskow, tadi malam, menjadi penutup gelaran akbar sepak bola sejagat empat tahunan. Pesta bola selama sebulan telah mengubah pandangan terhadap tuan rumah Rusia. Di sisi lain lapangan hijau mencuatkan harapan tim-tim underdog bisa menjulang dan tampil mengejutkan.

Kekhawatiran terhadap rasialisme, kekerasan, dan ketegangan diplomatik membayangi tuan rumah Rusia, tetapi sejak hajatan sepak bola terbesar sejagat bergulir, justru pengalaman yang sangat positif bagi pengunjung asing yang muncul. Catatan FIFA setidaknya ada satu juta suporter dari seluruh penjuru bumi berkunjung ke 'Negeri Beruang Merah'.

Para pendukung dari seluruh dunia menguasai jalan-jalan di Moskow dan kota-kota lain yang jadi tuan rumah. Penggemar Amerika Latin pun datang dalam jumlah besar.

Suporter dari negara-negara Barat tidak terlalu menonjol karena sejumlah alasan, termasuk ketegangan hubungan diplomatik dengan Rusia. Namun, pendukung skuat the Three Lions Inggris mewakili orang-orang Eropa yang menyerbu ke Rusia menjelang akhir kompetisi. Capaian hingga semifinal membuat warga Inggris berpikir skuat pujaan mereka memiliki kesempatan untuk tampil di laga pemungkas, tadi malam.

Sebelumnya, pendukung Inggris dikabarkan menjadi target hooligan (perusuh sepak bola) lokal. Kejadian dua tahun lalu di Marseille, Prancis, pada gelaran Piala Eropa, belum hilang dari ingatan ketika suporter kedua negara itu bentrok dan menimbulkan kekacauan.

Namun, kini mereka melihat sisi lain Rusia. Itu kesan yang sama dengan apa yang dirasakan pelatih 'Tiga Singa' Gareth Southgate.

"Organisasi turnamen itu brilian. Sambutan kami di Rusia di setiap kota luar biasa," kata Gareth Southgate setelah kekalahan 0-2 dari Belgia pada perebutan posisi ketiga di Saint Petersburg, Sabtu (14/7) malam.

"Ada banyak yang berbicara tentang hubungan antara kedua negara kami, tetapi tidak ada masalah pada tingkat pribadi, dan interaksi dengan orang-orang" jelas Southgate. "Warga Rusia menyambut hangat pendukung Inggris."

Terlepas dari pujian Presiden Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), Gianni Infantino, yang menyatakan sebagai Piala Dunia terbaik yang pernah ada, satu hal tidak terbantahkan. Rusia telah menggelar ajang sepak bola dunia itu dengan sangat baik dan mengesankan.

Ada catatan mengenai jumlah gol yang menurun ketimbang ajang yang sama empat tahun lalu di Brasil (163 gol sebelum final jika dibandingkan dengan total 171 pada 2014). Namun, di Rusia, persaingan saling mengalahkan sangat ketat sehingga hanya terjadi sekali hasil imbang tanpa gol, antara Prancis dan Denmark.

Ketakutan terkait dengan asisten video wasit (video assistant referees/VAR) telah terbukti salah meskipun ada beberapa kontroversi saat penyisihan grup.

Yang paling nyata mengenai persaingan ketat, yakni lolosnya Kroasia ke final serta tersisihnya kekuatan sepak bola dunia, seperti Jerman, Spanyol, dan Argentina.

Kekompakan tim
Piala Dunia tahun ini membuat bintang-bintang lapangan hijau, seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, atau mungkin Neymar--setelah Brasil tersisih di perempat final, bahkan Messi dan Ronaldo terdepak di 16 besar dan sekarang di usia 30-an--tidak akan pernah memenangi trofi tertinggi sejagat.

Sinar terang kini beralih ke Kylian Mbappe, Eden Hazard, dan Luka Modric. Namun, ini bukanlah Piala Dunia yang didominasi individu di lapangan hijau. Sebuah pengingat, mendudukkan sepak bola yang merupakan olahraga dan menggantinya dengan memunculkan hanya beberapa nama ialah kesalahan.

"Bagi saya, Messi pemain terbaik di dunia, Neymar sangat dekat dengan Messi dan semua tim bertabur bintang yang mengandalkan dan fokus pada pemain itu, harus pulang lebih awal," kata pelatih Kroasia, Zlatko Dalic.

"Tim-tim yang kompak, bersatu, yang berjuang untuk sesuatu, dapat bertahan hingga akhir. Mungkin ini salah satu Piala Dunia yang paling aneh."

Dengan apa yang terjadi dan Kroasia mampu melaju hingga final, mereka menunjukkan kesia-siaan bagi suatu negara melakukan perencanaan jangka panjang untuk sebuah kesuksesan. Sepak bola Kroasia terkendala oleh masalah infrastruktur dan politik. Dalic juga datang di penghujung kualifikasi sebelum akhirnya negara berpenduduk tidak lebih dari 5 juta jiwa itu lolos ke putaran final di Rusia tahun ini. Namun, pengaruh Dalic dan beberapa pemain bertalenta membuat Kroasia bisa sampai laga pemungkas.

Kroasia telah memberikan harapan kepada negara-negara yang lebih kecil, yang akan bercita-cita meniru keberhasilan di era baru Piala Dunia yang penuh kejutan. Apalagi, Piala Dunia 2022 Qatar bakal dimainkan pada November dan Desember serta ada penambahan jumlah peserta yang kontroversial hingga 48 tim pada gelaran 2026 di Amerika Utara, dengan tuan rumah Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.

(R-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya