Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MEMBENTUK pribadi takwa melalui puasa memerlukan waktu sehingga datangnya bulan Ramadan menjadi ladang 'olah jiwa tahunan' yang harus membawa kita kepada kebaikan dan meningkatkan ketakwaan. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Pengajian Ramadan 1442 H yang diselenggarakan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah bekerja sama dengan Lazismu dan ditayangkan secara langsung melalui TV Mu, Selasa (13/4).
pengajian tersebut menjadi pembuka rangkaian semarak Ramadan 1442 H yang tahun ini mengambil tema Ramadan aman dan sehat.
“Saya mencoba meletakkan puasa sebagai kanopi, sebagai teras rohani kita agar dengan ketakwaan yang terus kita bangun itu, melahirkan diri kita yang semakin bersih, suci lahir dan batin dalam makna bahwa puasa adalah proses revolusi rohani,” kata Haedar.
Menurut Haedar, puasa yang menjadi kanopi agar insan menjadi bersih lahir batin tidak hanya menahan diri dari makan, minum, dan pemenuhan kebutuhan biologi. "Ini adalah puasa yang terintegrasi agar menjadikan diri pribadi sebagai orang yang punya kemampuan memelihara, merawat, dan menjaga," imbuhnya.
Ia menegaskan, untuk mencapai hal tersebut, pertama, puasa yang dijalankan harus menjadi puasa lahir batin. Kedua, puasa menjadi rangkaian dengan ibadah yang lain seperti qiyamul lail. "Yang ketiga puasa kita itu terkait dengan kegiatan yang selalu disunahkan Rasulullah SAW, yaitu terus mencari ilmu, membaca Alquran, dan mengimplementasikannya dalam kehidupan. Terakhir, kita juga diajari untuk terus beramal saleh dan bersedekah dalam bulan Ramadan," kata Haedar.
Kesalehan sosial
Haedar menegaskan, puasa selayaknya tidak hanya menjadi ritual individu, tetapi juga memberikan dampak yang baik agar kita menjadi teladan yang baik dalam kehidupan.
“Ketika puasa diproyeksikan la allakum tattaqun (agar kamu menjadi orang yang bertakwa), bagaimana sifat takwa itu kita praktikkan. Contoh apakah setelah puasa kita menjadi orang yang semakin dermawan, yang kedua apakah kita menjadi orang yang sabar tidak pemarah, kemudian pemaaf terhadap orang,” kata dia.
Ia mengatakan, fakta yang terlihat tidak mencerminkan dampak puasa dan ibadah terhadap kesalehan sosial kita. Ia pun menunjukkan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
“Kita lihat sekarang, kenyataan pertama Indonesia termasuk negara yang gawat korupsi, yang kedua Indonesia sekarang termasuk gawat narkoba, yang ketiga angka perceraian di Indonesia itu cukup tinggi, dan yang terakhir kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ini menunjukkan belum ada korelasi positif antara aktivitas semangat beribadah di kalangan umat Islam dan dampaknya untuk melahirkan kesalehan sosial,” ungkapnya.
Implementasi puasa dan seluruh ibadah, lanjut Haedar, perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. “Kita harus menjadi uswah hasanah dalam hal keselarasan kata dan tindakan, yang kedua puasa dan seluruh nilai keislaman kita menjadi kekuatan ilmu yang mencerahkan, yang terakhir amaliah kita itu harus juga membawa kemajuan,” pungkasnya. (RO/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved