Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Ketakwaan tidak Diukur dari Suku Bangsa

Ifa/H-1
18/5/2020 05:05
Ketakwaan tidak Diukur dari Suku Bangsa
Quraish Shihab(MI/SENO)

PEMBAHASAN kali ini masih melanjutkan surah Al-Hujurat. Dikatakan dalam ayat ke-13, yaa ayyuhan-naasu innaa khalaqnaakum min zakariw wa unsa wa ja’alnaakum syu’ubaw wa qaba’ila lita’arafu.

Ayat tersebut menyangkut manusia dengan kemanusiaan. Allah SWT berfirman, wahai seluruh manusia--tanpa kecuali--sesungguhnya kami telah menciptakan kamu bersumber dari seorang lelaki dan perempuan.

Yang dimaksud di sini ialah Adam dan Hawa. Namun, bisa juga diartikan bahwa sesungguhnya kami telah menciptakan kamu terdiri atas laki-laki dan perempuan. Ada lagi yang menafsirkan asal kejadian manusia dari sperma dan ovum. Intinya ialah laki-laki dan perempuan.

Selanjutnya, dikatakan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Saling mengenal merupakan cara untuk mencapai tujuan.

Dengan saling mengenal, Anda bisa bertukar manfaat. Misalnya, saya kenal Anda punya ini dan Anda kenal saya punya ini, bantu-membantu, isi-mengisi. Namun, untuk saling mengenal, perlu pengakuan. Anda harus mengakui eksistensi saya, saya juga harus mengakui eksistensi Anda.

Pengakuan melahirkan penghormatan. Saya punya budaya seperti ini, Anda punya budaya seperti itu, hormatilah.

Penghormatan tidak harus berarti pengakuan pandangan agama. Jadi, sebenarnya lita’arafu yang disebut di sini hanya mukadimah atau kail untuk mendapat ikan.

Anda tidak bisa memperoleh manfaat dari orang lain kalau Anda tidak saling mengenal. Akan tetapi, saling mengenal mengundang Anda untuk saling mengakui eksistensi. Saling mengakui eksistensi mengundang Anda untuk saling menghormati. Menghormati tidak mutlak harus menerima semua pendapat.

Selanjutnya, innaa akramakum ‘indallahi atqakum. Orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Takwa ini ada di dalam hati, yakni keyakinan. Di sisi lain, ada yang tampak ke permukaan dari keberagamaan seseorang, yaitu akhlaknya.

Beragama bermula dari kepercayaan yang ada di dalam hati, sementara apa yang Anda percayai, saya tidak bisa melihatnya. Namun, buahnya bisa kita lihat, yakni akhlak. Misalnya, Anda boleh jadi bisa mengetahui seseorang ini muslim atau bukan dari cara beribadahnya, tapi yang paling menonjol dan paling berpengaruh pada manusia ialah akhlak; apakah dia jujur, apakah dia sopan?

Dijelaskan dalam ayat selanjutnya, qalatil-a’rabu amanna, qul lam tu’minu. Orang-orang penduduk gunung atau pedalaman datang ke Madinah kepada Nabi berkata ‘amanna’, kami telah percaya.

Namun, Allah mengatakan wahai Nabi Muhammad, sampaikan kepada mereka bahwa kalian belum beriman. Iman itu ada di dalam hati, sementara kalian belum beriman sebenar-benarnya iman. Jadi, sejak semula sudah dibedakan antara orang yang percaya dan tulus hatinya dengan orang yang hanya datang kepada nabi mengaku beriman.

Pada kesimpulannya, semua manusia sama dari segi kemanusiaan, jenis kelamin, suku, ras, dan keturunan, bukan faktor pembeda kemanusiaan. Yang membedakan mereka di sisi Allah hanyalah ketakwaan dan pengabdian kepada-Nya yang tercermin dengan jelas pada budi pekertinya. (Ifa/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah