Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Ie Bu Peudah, Kuliner Ramadan dari Aceh

Medcom.id/H-2
02/5/2020 04:45
Ie Bu Peudah, Kuliner Ramadan dari Aceh
Warga memasak makanan khas tradisional Aceh, Ie Bu Peudah (sejenis bubur), di desa Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar (28/4/20).(ANTARA FOTO/Ampelsa)

JIKA kebanyakan orang berbuka puasa dengan yang manis, menu berbuka yang satu ini sebaliknya. Kuliner ie bu peudah (bubur nasi pedas) telah lama menjadi santapan takjil khas bulan Ramadan di Aceh.

Makanan ie bu peudah sudah ada sejak masa kesultanan Aceh. Hingga kini, olahan kuliner leluhur itu masih terjaga di wilayah Aceh Besar, seperti di Gampong Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.

“Ini sudah menjadi adat istiadat sejak lama, pada masa kesultanan Aceh sudah ada, dan kami masih membudayakan tradisi ini setiap Ramadan tiba,” kata Geuchik (kepala desa) Gampong Beung Bak Jok, Hafidh Maksum, Rabu (29/4).

Ie bu peudah terdiri atas 44 jenis macam rempah dan dedaunan, yaitu kunyit, lada, lengkuas, jahe, ketumbar, bawang putih, daun sinekut, daun tahe, daun capa, daun peugaga, daun pepaya, daun sop, daun jeruk perut, daun muling, dan lainnya.

Bahan-bahan tersebut ditumbuk hingga halus menggunakan jeungki. Kemudian, rempah dan dedaunan yang telah halus dicampur beras serta kelapa parut. Cita rasa lada dan jahe membuat bubur sedikit terasa pedas. Maka, takjil tradisional itu disebut dengan ie bu peudah.

Di tengah pandemi virus korona baru (covid-19), kegiatan memasak ie bu peudah tetap berjalan. Kegiatan memasak ie bu peudah dilakukan di musala secara berkelompok bersama warga. Tidak sekadar memasak, tapi warga juga saling berbagi tugas, yakni para pria mengumpulkan rempah dan dedaunan yang dipetik dari hutan sebelum Ramadan.

Kemudian, para perempuan meracik bumbu dan menumbuk dedaunan menggunakan jeungki (alat tumbuk khas Aceh). Selanjutnya, pemuda memasak bubur di dalam kuali berdiameter 1,5 meter yang ditanam di halaman musala. Di bawah kuali, terdapat tempat pembakaran kayu.

Sementara itu, anak-anak menyiapkan wadah untuk mengambil bubur yang sudah dimasak di musala. Selanjutnya, ie bu peudah dibawa pulang ke rumah masing-masing. “Berasnya cuma tujuh aree (bambu), tapi bisa dimakan untuk seluruh warga kampung. Seperti di kampung kita, ada sekitar 214 KK, jadi bisa ambil semua,” tuturnya.

Hafidh mengungkapkan, manfaat dan khasiat ie bu peudah itu banyak sekali, terutama untuk obat jantung dan lambung serta untuk memperkuat daya tahan tubuh, khususnya saat berpuasa.

Mengonsumsi bubur saat sahur bisa menahan rasa lapar pada siang hari. Dia menerangkan, bubur ie bu peudah membuat tubuh tidak cepat lelah. “Selain itu, manfaatnya juga untuk melancarkan peredaran darah,” kata Hafidh. (Medcom.id/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah