Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Bertahannya Nasi Kapau Simpang Senen

Yanurisa Ananta
06/6/2017 05:33
Bertahannya Nasi Kapau Simpang Senen
(Suasana berbuka puasa di pusat jajanan kaki lima di kawasan Senen, Jakarta, beberapa waktu lalu. Kawasan yang identik dengan kuliner dari daerah Sumatra Barat tersebut ramai dikunjungi pekerja kantoran pada waktu berbuka puasa. MI/ATET DWI PRAMADIA)

JIKA Anda melewati Persimpangan Senen, Jakarta Pusat, menuju Jalan Salemba, jajaran kios yang memajang masakan khas Padang tentu sudah tidak asing lagi. Dengan diterangi lampu listrik, deretan kios makanan menyihir pengunjung untuk mencicipinya. Jika Anda sedang tidak flu, aroma sedap rempah masakan Padang bisa tercium saat melintas. Beragam makanan dijual di sana, di antaranya nasi kapau, lemang, bubur kampiun, gulai kepala kakap, dendeng batokok, dan beragam kue jajanan pasar.

Di Food Street Keramat, aneka masakan padang sudah berdiri sejak era 1970-an. Pada masa kejayaannya, kios-kios sering dibanjiri pengunjung hingga pemilik kios harus menyediakan meja dan kursi tambahan. Bangku dan meja tambahan itu meluber hingga sisi jalan. Aldo Sikumbang, 36, pemilik Rumah Makan Kapau Murni, masih bisa mengingat dengan jelas masa-masa kejayaan itu. Pada akhir 1990-an, siang dan malam Rumah Makan Kapau Murni tidak pernah sepi.

Jika sekarang hanya ada 100 kepala menyantap hidangan, pada akhir 1990-an, jumlahnya bisa berkali-kali lipat hingga beberapa di antara pengunjung rela makan sambil berdiri.
"Kalau sekarang sehari bisa 100 kepala. Kalau dulu lebih dahsyat lagi. Bangku dan meja luber sampai jalan. Kalau sekarang tidak sampai seperti itu meskipun ada saja sih yang datang," tandas Aldo ketika ditemui Media Indonesia di depan kiosnya, Senin (5/6). Menurut Aldo, berkurangnya pengunjung lebih disebabkan lebih banyaknya pilihan makanan di Jakarta. Pusat jajanan serbaada (pujasera) bisa dijumpai di mana-mana. Nasi kapau menjadi pilihan ke sekian untuk mengisi perut yang keroncongan.

Turun-temurun
Rumah Makan Kapau Murni telah dikelola generasi kedua. Aldo merupakan anak kedua Bagindo Mardi Umar, 75. Sang Ayah telah mengelola masakan Padang bersama sang istri Sumiarti, 73, yang saat ini hanya mengontrol rumah makan dari rumah. "Kebanyakan di sini juga sudah masuk ke generasi kedua. Jarang sekali penjual baru. Kebanyakan di sini memang sudah ada sejak lama. Pengunjung juga banyak yang sudah masuk generasi kedua. Mereka tahu tempat kami dari orangtua mereka," tutur Aldo. Aldo menuturkan masa awal puasa tidak bisa menjadi patokan kesuksesan berdagang di bulan puasa.

Di pertengahan masa puasa biasanya jumlah pengunjung lebih banyak lantaran pembantu di rumah sudah kembali ke kampung. Setali tiga uang, Ulfa, 25, yang merupakan keponakan pemilik Rumah Makan Nasi Kapau Iyo mengatakan saat ini pengunjung yang datang maksimal 50 kepala. Padahal, di masa kejayaan pengunjung yang datang bisa mencapai 100 kepala. "Sekarang, ya, begini saja. Sudah masuk jam puasa hanya 10 orang yang datang. Kalau dulu bulan puasa itu sampai tumpah ke jalan," kata Ulfa.

Omar, 49, salah satu pengunjung, mengaku sebenarnya rasa masakan Padang di Food Street Keramat tidak jauh berbeda. Namun, ia yakin pedagang masakan padang di kios-kios tersebut sudah pasti orang Padang. Dengan demikian, sensasi rasa makanan Padang sudah teruji. "Tidak ada bedanya cuma sekalian lewat. Cuma di sini kan khas rasanya karena yang masak sudah pasti orang Padang. Di luar puasa saya jarang datang, tapi masuk bulan puasa saya lebih sering ke sini," kata Omar yang baru pulang kantor di daerah Kebon Sirih sebelum pulang ke Jatibening.

Pengunjung lain, Rezky Her-dian, 35, mengaku penasaran dengan makanan lemang di Food Street Keramat. Dari kejauhan Rezky sudah membidik lemang yang dibungkus daun pisang. "Saya penasaran banget dengan lemang. Kata orang di sini enak karena yang masak asli orang Minang. Ternyata emang enak," tandas Rezky. (J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah