Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

DPR Terburuk Pascareformasi

INDRIYANI ASTUTI
21/12/2015 00:00
DPR Terburuk Pascareformasi
(MI/M Irfan)

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada masa sidang I dan II menunjukkan kinerja terburuk sejak reformasi digulirkan. Bahkan, citra parlemen terpuruk karena kasus 'papa minta saham' yang dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Demikian disampaikan Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) di Jakarta, kemarin. Peneliti Formappi Abdul Sahid menyebut capaian fungsi-fungsi utama DPR tidak banyak dihasilkan. "Kinerja DPR tidak signifi kan bahkan citranya terpuruk di akhir tahun ini," katanya. Pada masa sidang I yang berlangsung 14 Agustus-30 Oktober 2015, DPR kedodoran melaksanakan fungsi legislasi dengan menyisakan 37 RUU prioritas. Pada masa sidang kedua, di penghujung tahun 2015, DPR menambah satu RUU prolegnas prioritas, yakni Tax Amnesty.

"Ini tidak masuk akal. DPR hanya menghasilkan tiga undang-undang dari 40 Rancangan Undang-Undang prioritas 2015," kritiknya. Menurut dia, dua UU yang dihasilkan berbasis peraturan pemerintah pengganti UU (perppu), yakni tentang pemilihan kepala daerah dan pemerintah daerah. Hanya satu UU dari hasil keringat DPR, yakni RUU Penjaminan.  "Ini ialah prestasi terburuk DPR pascareformasi," ujarnya. Terkait pelaksanaan fungsi anggaran, diakuinya DPR memberikan rekomendasi umum penyerapan anggaran semester II tahun 2015 dan menyetujui (R) APBNP 2015 dan (R) APBN 2016. Namun, secara substantif DPR tidak memperjuangkan suara dan aspirasi rakyat.

Dari sisi anggaran, katanya, DPR justru terkesan mengutamakan kepentingannya sendiri melalui alokasi anggaran rumah aspirasi, pembangunan tujuh megaproyek penataan kompleks parlemen, dana pembangunan dapil, serta kenaikan tunjangan anggota dewan. "DPR menunjukkan nafsunya untuk kepentingan mereka," cetusnya. Peneliti Formappi Djadidjono menambahkan untuk pelaksanaan fungsi pengawasan ada empat isu yang menonjol mewarnai masa sidang I dan II, yaitu proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemilihan komisoner Komisi Yudisial (KY), pembentukan panitia khusus Pelindo II, dan panitia kerja kebakaran hutan serta kabut asap.

"Hanya Pansus Pelindo yang merampungkan pekerjaannya dengan menghasilkan rekomendasi keras, sedangkan panja lain tidak jelas kelanjutannya," beber dia. Minimnya kinerja berbanding lurus dengan tingginya pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota dewan. Formappi mencatat, terdapat 29 perkara melibatkan anggota dewan dan 2 perkara melibatkan pimpinan DPR. Dari Purwakarta, Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin mengatakan fungsi pengawasan DPR harus bersifat konstruktif dengan memberikan solusi dan bukan sekadar menyalahkan atau destruktif.

"Itu berlaku untuk semua komisi dan alat kelengkapan dewan, termasuk MKD," kata pria yang diproyeksikan menjadi Ketua DPR. Reshuffl e kabinet Buruknya kinerja ternyata juga dihadapi kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Itu terungkap melalui survei kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan yang dilakukan PolComm Institute. Perombakan kabinet dianggap dapat menjadi solusi. Peneliti senior PolcoMM Institute Afdal Makkuraga Putra mengatakan, dari 1.200 responden, 61% menginginkan reshuffl e dalam waktu dekat. "Hanya 19,8% mengatakan tidak perlu. Sisanya 18,5% menyatakan tidak tahu," kata dia di Jakarta kemarin. (Uta/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya