MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan ada beberapa poin krusial yang akan menjadi perhatian dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Menurut rencana, pembahasan revisi tersebut akan dilakukan pada 2016.
Poin pertama, terkait dengan penanganan sengketa pilkada. Tjahjo berharap penanganan sengketa dilakukan oleh satu lembaga. "Mahkamah Konstitusi (MK) kan sementara sifatnya. Di masa depan harus jelas apa MK, Bawaslu, atau Mahkamah Agung. Juga, kalau sengketa tahapan bagaimana. Itu perlu diatur sejelas mungkin," kata Tjahjo di Jakarta, kemarin.
Selain itu, imbuhnya, poin penting lainnya terkait dengan calon tunggal. Sebelumnya, polemik calon tunggal dalam pilkada mencuat di beberapa daerah yang akan mengikuti pilkada serentak 9 Desember lalu. Hal itu terjawab setelah MK mengeluarkan keputusan yang membolehkan pasangan calon tunggal menjadi peserta pilkada.
Pemilih di daerah yang hanya punya satu pasangana calon dapat memilih dengan memberikan tanda (mencentang) 'setuju' atau 'tidak setuju' pada kertas suara yang disediakan petugas di tempat pemungutan suara (TPS). "Pemerintah ingin membuat aturan yang lebih baku terkait dengan hal ini sehingga tidak lagi timbul kegaduhan menjelang pilkada.
"Tak hanya itu, sambung Tjahjo, batas dukungan partai politik pun perlu dibahas kembali. Hal itu berkaca dalam pilkada lalu, dukungan parpol terhadap pasangan calon tidak merata. "Banyak yang minta batasan dukungan parpol. Jangan sampai ada daerah/calon yang borong parpol sehingga menghambat calon lain untuk maju," tegasnya.
Lebih lanjut, politikus PDIP itu mengatakan batasan anggaran kampanye pun akan menjadi topik bahasan bersama DPR. "Sekarang kan semua diatur oleh KPU sehingga masa kampanye sepi. Kaus kurang, spanduk kurang. Mungkin ditingkatkan, minimal berapa," ujarnya.
Di masa depan, ujar Tjahjo, anggaran pilkada lebih baik dianggarkan secara nasional, tidak lagi dianggarkan di daerah masing-masing.
Secara terpisah, anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak mengatakan penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan hak-hak calon ditangani oleh Bawaslu provinsi. "Bawaslu provinsi sudah permanen dan lebih memahami proses penyelesaian sengketa pilkada yang menyangkut hak-hak calon," paparnya.
Kalaupun hasil putusan Bawaslu provinsi perlu dikoreksi, kata dia, bisa diajukan ke Bawaslu RI. "Dalam hal terdapat kekeliruan, Bawaslu pusat bisa mengoreksinya," cetusnya.
Ia menilai penanganan sengketa pilkada cukup sampai ke Bawaslu pusat, tidak perlu diajukan ke pengadilan. "Cara itu bisa melahirkan penyelesaian yang sederhana dan cepat," tukasnya.
Gagasan tersebut, ucap Nelson, perlu dimasukkan ke revisi kelak. Selain itu, ia sependapat dengan Mendagri bahwa revisi harus memperjelas pengaturan mengenai calon tunggal dan batasan dukungan parpol. "Harus dibatasi presentasi dukungan parpol terhadap pasangan calon. Kalau berkoalisi dua atau tiga parpol, tidak melampaui 50%," tandasnya. (P-3)