Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
KETIDAKTEGASAN pemerintah dalam menegakkan aturan terkait ormas-ormas radikal dinilai menjadi salah satu penyebab maraknya aksi intoleran. Menurut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, kegamanangan negara tersebut menyebabkan kebudayaan tidak berkembang dan mengancam ide-ide pluralisme dan kebinekaan yang selama ini menjadi perekat NKRI.
"Negeri ini aneh, takut Indonesia kehilangan pluralisme, tapi dalam setiap saat politik keagamaan dan kekuasaan berkolaborasi. Negara seharusnya tidak boleh kompromi," ujar Dedi dalam diskusi bertajuk 'Deradikalisasi Melalui Politik Kebudayaan' di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (10/3).
Menurut Dedi, sebenarnya Islam dan kebudayaan asli Indonesia bisa hidup berdampingan secara damai sejak dulu. Karena itu, ia menilai gerakan-gerakan politis berbau kekerasan yang ingin menciptakan negara Islam tidak akan pernah berhasil direalisasikan di Indonesia.
"Jangankan sekarang, zaman DI/TII saja nggak bisa. Model itu tidak akan mendapat tempat dan dukungan publik," imbuhnya.
Namun demikian, negara tidak boleh berdiam diri. Pasalnya, jika diberi angin, kelompok-kelompok intoleran bisa mematikan kebudayaan dan nilai-nilai toleransi yang selama ini termaktub dalam Pancasila. Negara, kata dia, harus segera menggelar upaya serius menciptakan panduan teknis menjalankan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
"Pancasila dibutuhkan agar nilai-nilai budaya kita tidak tergerus oleh paham radikal yang terus berkembang. Kalau intoleransi dan kekerasan atas nama agama dibiarkan, suatu saat akan membesar dan mengancam keutuhan bangsa," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Boni Hargens mengatakan, ancaman terhadap kebhinekaan perlu serius diwaspadai pemerintah. Pasalnya, kelompok-kelompok agama yang dulu tidak mendapat tempat di ranah politik, kini mulai diakomodasi oleh sejumlah partai agama di parlemen.
"Sesudah 1998, kelompok-kelompok agama garis keras keluar dan memperlihatkan dirinya dengan membentuk partai agama baru. Kelompok politik ini menjadikan agama dan segala simbolnya sebagai basis dan orientasi politik. Meskipun sampai sekarang belum ada partai yang secara terbuka berani mengusung ide negara agama," ujarnya.
Jika dibiarkan, Boni memprediksi, dalam 2-3 pemilu ke depan, partai berjubah agama yang memperjuangkan NKRI Syariah bakal memeroleh basis suara signifikan sejalan dengan tumbuh suburnya ormas garis keras. Kemenangan kelompok intoleran, lanjut Boni, hanya bisa dicegah jika ada komitmen dan kemauan politik dari pemerintah dan parlemen.
"Ancaman terhadap ide-ide dan tradisi pluralisme itu sudah nyata. Hari ini saja ada ratusan Perda syariah yang ternyata juga mendapat dukungan partai-partai nasionalis. Kalau tidak ada upaya untuk mencegahnya, nasib Indonesia akan terancam serius dalam 4-5 pemilu mendatang," cetusnya.
Sekretaris LTN Nahdlatul Ulama (NU) Safieq Alieha menambahkan, ancaman bagi kebhinekaan bukan isapan jempol. Di basis-basis NU di daerah, ia menemukan bahwa ketegangan antara kelompok-kelompok yang ingin mengubah dasar negara dan kelompok yang berupaya mempertahankan tradisi Nusantara terus memuncak.
"Terakhir di Sidoarjo, Banser NU mencoba menghentikan khotbah Halid Basalamah di sebuah pengajian. Saya tidak sepenuhnya setuju. Tapi kenapa kita lakukan? Karena Halid punya mimpi untuk mengembalikan Islam ke zaman Nabi. Kalau dibiarkan, ini bisa terus menguat," ujarnya.
Menurut dia, masa depan Indonesia ditentukan akan ditentukan respons pemerintah terhadap kelompok-kelompok radikal yang ada saat ini. "Demokrasi memberikan ruang kebebasan, tapi pemerintah tidak boleh gamang. Tidak boleh ada ruang bagi mereka yang anti-NKRI dan Pancasila," ujarnya.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Soleman B Ponto sepakat dengan itu. Secara historis, NKRI berdiri karena seluruh rakyat sepakat untuk menjadikan Indonesia sebagai rumah untuk menyatukan keberagaman. "Supaya tetap satu, ide-ide pluralisme harus terus dirawat. Tanpa Pancasila Indonesia tidak akan pernah ada," tegasnya. OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved