MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi tentang penggunaan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk kampanye pilkada. Menurut MK, pendanaan seperti itu justru bertujuan agar setiap pasangan calon memiliki kesempatan yang sama untuk meyakinkan pemilih.
Pasangan calon bisa sama-sama menawarkan visi, misi, dan program masing-masing sehingga pilkada berjalan adil dan mencegah dominasi kekuatan uang pasangan calon tertentu.
Penolakan itu menjadi amar putusan MK dalam pengujian Undang-Undang No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (UU Pilkada) Pasal 65 ayat (2) di Mahkamah Konstitusi, di Jakarta, kemarin.
Permohonan uji materi diajukan Nu'man Fauzi dan Achiyanur Firmansyah, dua warga negara asal Depok, Jawa Barat. Mereka berargumen penggunaan APBD untuk kampanye justru menghamburkan uang dan menghambat pembangunan daerah.
Lebih lanjut Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berkesimpulan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Kebijakan pengalokasian dana kampanye untuk semua pasangan calon dari APBD menyangkut anggaran dan bukanlah kewenangan MK untuk menilainya.
"Bahwa pemohon yang menyatakan ketentuan ini mengakibatkan belanja kampanye tak terkendali dan membengkak. Tapi menurut mahkamah, hal ini bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas norma sehingga tidak relevan untuk dipertimbangkan," papar anggota hakim konstitusi Wahiduddin Adams.
Sebelumnya, pemohon mengatakan dalam persidangan penggunaan dana APBD untuk kampanye pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak adil bagi calon nonpetahana. "Aturan itu juga menghambat pembangunan di daerah, masyarakat dirugikan. Yang diuntungkan cuma calon kepala daerah, terutama petahana," ujar kuasa hukum pemohon, Vivi Ayu Nita, saat membacakan gugatan di Gedung MK Jakarta, pada saat pertama kali pemohonan uji materi diperdengarkan di majelis, awal bulan lalu.
Namun, Wahiduddin menegaskan tidak hanya petahana yang dibiayai APBD. Pasangan calon yang bukan yang petahana pun punya hak sama. (Adi/P-1)