Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Penegak Hukum Terbebani Putusan MK

MI
04/3/2017 09:10
Penegak Hukum Terbebani Putusan MK
(Antara/Akbar Nugroho Gumay)

JAKSA Agung HM Prasetyo mengaku pihaknya merasa terbebani dengan sejumlah ­putusan yang diterbitkan Mahkamah Konstitusi, seperti pelarangan jaksa mengajukan proses peninjauan kembali (PK) serta pemaknaan kasus korupsi yang harus memenuhi unsur kerugian negara.

Menurut dia, apabila nantinya putusan MK itu justru dijadikan dasar bagi tersangka untuk mengajukan sidang praper­adilan, kejaksaan pun siap menghadapi proses hukum itu.

“Selama ini yang kita lakukan sudah terukur, serta berdasarkan fakta dan bukti yang ada. Putusan MK, ya harus kita hargai,” ujar Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung, kemarin.

Sebagai contoh, lanjut dia, mengenai ketentuan pidana korupsi yang wajib menyertakan kerugian negara, tetap harus disesuaikan. Ia menegaskan jajarannya selalu berkoordinasi dengan BPK dan BPKP sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.

“Kerugian negara itu tidak mutlak harus tunggu audit dari BPK. Kalau kita sendiri sudah meyakini dengan temuan bukti-bukti yang konkret, ya tidak perlu.”

Prasetyo memandang, jika saat ini UU tentang Korupsi berubah dari delik formal menjadi delik materiel, Korps Adhy­aksa tetap akan mengikuti ketentuan tersebut. Artinya, kejaksaan harus menunggu hingga ada temuan kerugian negara yang konkret.

Namun, Prasetyo enggan berkomentar ketika disinggung putusan MK itu justru melemahkan penegak hukum. “Bagaimana kalau di Merauke sana BPK sulit dihubungi, misalnya, sementara jaksa sudah menemukan bukti yang cukup berapa kerugian negara?” ujarnya.

Selain itu, terang dia, pelarang­an jaksa mengajukan PK dianggap sebagai bentuk regulasi yang dapat menggugurkan rasa keadilan di masyarakat. Jaksa mengajukan PK karena tidak ingin terpidana yang tersangkut kasus pidana bisa luput dari jerat hukum.

Walhasil, kejaksaan tidak patah arang dan berniat meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) untuk melanjutkan proses hukum tersebut. “Nanti terserah MA mau mengabulkan PK jaksa atau tidak. Kalau tidak, ya sudah habis (selesai), kan gitu,” katanya.

Lebih jauh, terang Prasetyo, kejaksaan pada prinsipnya mewakili kepentingan negara dan masyarakat. Kejaksaan ingin ada keseimbangan, yakni perlindungan tidak hanya untuk pelaku kejahatan saja, tetapi penting pula terhadap korban kejahatan.

“Jaksa justru mewakili ­ke­­pen­tingan masyarakat, kepentingan korban kejahatan. Kita akan melakukan maksimal, antara lain meminta fatwa kepada MA apakah jaksa diperkenankan PK atau tidak,” tutup dia. (Gol/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya