Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Pilkada DKI Pertaruhan Kedewasaan Berdemokrasi

Nuriman Jayabuana
02/3/2017 19:08
Pilkada DKI Pertaruhan Kedewasaan Berdemokrasi
(ANTARA/Reno Esnir)

PEMILIHAN Gubenur DKI Jakarta bakal menjadi barometer penentu masa depan demokrasi di Indonesia. Salah satu masalah yang diperkirakan bakal terulang adalah kembali bergulirnya sentimen sentimen seperti isu etnis dan agama dalam kampanye.

“Bukan soal siapa yang menang siapa yang kalah, tapi bagaimana mempertahankan keindonesiaan dengan mengesampingkan sentimen primordial,” ujar Pengamat Politik dari CSIS J Kristiadi dalam diskusi di Jakarta, Rabu (1/3).

Menurutnya, putaran pertama pilgub DKI sudah menguras begitu banyak energi dengan bergulirnya isu sentimen etnis dan agama. Padahal, ujar dia, demokrasi yang mapan seharusnya mengedepankan toleransi dan pluralisme.

“Kalau pertarungan politik sudah menggunakan pertarungan sentimen primordial, itu yang sudah sangat membahayakan bagi keberlangsungan bangsa. Saya berharap di putaran kedua nanti semua pihak bisa menetralisir itu dengan mengedepankan isu yang lebih rasional.”

Pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti mengungkapkan, pilkada Jakarta masih dipenuhi dengan berbagai isu SARA. Mobilisasi isu SARA yang berlebihan di Jakarta, ujar dia, akhirnya menurunkan derajat berdemokrasi yang sesungguhnya.

“Mobilisasi SARA sebegitu besar di Jakarta. Masih ada yang bilang ga apa apa pilih si anu karena agama dan sukunya sama. Memang itu tidak dilarang, tapi derajat demokrasi yang begitu nilainya rendah,” ujar dia.

Politikus PDIP Adian Napitupulu menganggap ada pihak yang sengaja menggiring opini supaya tidak menyukai salah satu etnis kebangsaan untuk alasan apa pun. “Ketika orang hanya mempersoalkan etnis dalam kontestasi pilkada, sebenarnya boleh dibilang demokrasi yang terancam.”

Menurutnya, demokrasi yang mapan menempatkan semua orang setara dengan apa pun latar belakang etnis, agama, dan status sosial. “Siapa pun bisa mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi apa pun di republik ini, tanpa terganggu soal apa etnisnya, agaman, maupun status sosialnya. Itu demokrasi.”

Persoalan yang muncul selama pertarungan pilkada DKI, ujar dia, adalah berbagai isu SARA yang menyerang latar belakang Ahok. “Musuh Ahok itu sebenarnya bukan paslon lain. Tapi musuhnya itu isu SARA.”

Ia menyatakan pilkada DKI bakal menentukan kualitas demokrasi Indonesia ke depan. “Kalau Ahok-Djarot kalah, berarti yang menang SARA. Kalau isu SARA menang, ya berarti yang sudah pasti hancur adalah Pancasila. Itu menjadi pertarungan besar yang mau tidak mau harus dimenangkan. OL-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya