Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Rekayasa Coreng Vonis Mati

Christian Dior Simbolon
27/2/2017 09:13
Rekayasa Coreng Vonis Mati
(MI/M Irfan)

KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) telah mendapatkan petikan putusan peninjauan kembali (PK) kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan Yusman Telaumbanua. Dalam putusannya, MA membatalkan hukuman mati terhadap Yusman.

Yusman divonis pidana hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Gunung Sitoli atas kasus pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Haloho pada 2013. Selain tidak didampingi pengacara, Yusman diduga diintimidasi penyidik saat menyusun berita acara penyidikan (BAP).

Menurut koordinator Kontras Yati Andriyani, putusan MA tersebut membuktikan bahwa kasus Yusman direkayasa. Dalam BAP, Yusman disebut telah berumur 18 tahun ketika peristiwa pembunuhan terjadi. Padahal, dalam uji forensik radiologi gigi Universitas Padjadjaran, Yusman diketahui baru berusia 16 tahun ketika pembunuhan terjadi.

"Proses dilalui dengan berbagai penyiksaan dan bukti-bukti yang tidak valid. Yusman dipaksa mengakui bahwa dia sudah dewasa. Putusan MA membatalkan hukuman mati terhadap Yusman karena dia masih di bawah umur ketika peristiwa ini terjadi," ujar Yati dalam diskusi tentang pentingnya koreksi negara atas praktik peradilan yang tidak adil dalam kasus-kasus hukuman mati, di Menteng, Jakarta, kemarin.

Saat ditahan, Yusman tidak didampingi pengacara. Menurut Yati, pengacara yang dihadirkan penyidik ketika itu hanya datang untuk menandatangani berkas BAP.

"Bahkan dalam persidangan, pengacara meminta Yusman dihukum mati. Padahal tuntutan jaksa itu hukuman seumur hidup. Ini bukan hanya janggal lagi, melainkan juga tidak bisa diterima," ujarnya.

Karena itu, Yati meminta kasus Yusman dijadikan momentum untuk mengevaluasi kebijakan hukuman mati di Indonesia. Ia menduga Yusman bukan satu-satunya korban unfair trial dalam sistem peradilan di Indonesia.

"Dari fakta yang kami temukan, ada banyak terpidana yang ternyata proses peradilannya tidak sesuai dengan standar atau prosedur. Bukan hanya evaluasi, kami meminta pemerintah menghentikan hukuman mati," papar Yati.

Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia mengatakan pihaknya bakal mendorong aparat penegak hukum yang memproses kasus Yusman mendapatkan sanksi. Menurut dia, keputusan hukuman mati terhadap Yusman menunjukkan terdapat permasalahan serius dalam sistem peradilan secara menyeluruh.

Dengan proses hukum yang salah seperti itu, bukan hanya Yusman yang dirugikan. Keluarga korban juga dirugikan karena hukum belum mendapatkan pelaku sebenarnya.

Pelanggaran HAM
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting menilai selama penyidik masih keliru menjalankan tugasnya dan aturan dalam KUHAP tidak dipatuhi dalam proses hukum, sebaiknya pemerintah tidak memberlakukan hukuman mati.

"Orang bisa ditangkap tanpa batas waktu, ditahan tanpa surat penahanan, dipaksa untuk mengaku. Dengan hukum acara pidana hari ini, peluang pelanggaran HAM itu terbuka sangat lebar," cetusnya. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya