Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pemahaman Petugas Lemah

Cahya Mulyana
27/2/2017 08:55
Pemahaman Petugas Lemah
(MI/Galih Pradipta)

KOMISI II DPR menilai KPU DKI Jakarta tidak layak menjadi contoh pelaksanaan pilkada. Pasalnya, masih banyak kelemahan yang dipertontonkan seperti banyaknya warga yang kehilangan hak pilih.

"Jujur, kami sangat kecewa dengan kinerja KPU DKI, manajemen kepemiluannya buruk sekali. Kok, bisa tidak teridentifikasi pemilih yang ada pada DPT, pemilih pindahan TPS lain dan menggunakan KTP-E ataupun surat keterangan. Mana mitigasi risiko tatkala ada kejadian yang tidak sesuai rencana?" tegas anggota Komisi II, Arteria Dahlan, saat dihubungi Media Indonesia, akhir pekan lalu.

Politikus PDIP itu menjelaskan KPU DKI sejauh ini tidak bisa bekerja efektif dalam pemutakhiran data pemilih. Selain itu, verifikasi secara sensus oleh PPDP tidak berbekas karena masih terdapat pemilih yang belum terdaftar, ada yang sudah meninggal, serta ada yang sudah berpindah tempat tinggal.

Berdasarkan temuan di lapangan masih ada pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali, pemilih mewakili atau mempergunakan surat undangan C6 KWK milik orang lain, maraknya praktik politik uang, pemberian hadiah atau janji yang berkaitan langsung salah satu paslon. Bahkan, terjadi kejahatan demokrasi yang sangat fatal, yakni menghilangkan hak konstitusional warga untuk memilih.

Arteria mengungkapkan beberapa bentuk penghilangan hak warga Jakarta seperti tidak terdaftar sebagai pemilih. Padahal, dalam pemilu sebelumnya mereka memilih. Meraka pun tidak terdaftar dalam DPT. Padahal, mereka memiliki KTP-E dan data kependudukan lengkap.

"Temuan lain, adanya warga terdaftar dalam DPT, tetapi tidak diberi C6 KWK atau diberi C6, tetapi lokasi TPS jauh dari tempat tinggal. Akhirnya pemilih yang berhak pada akhirnya tidak dapat memilih."

Hambatan lainnya, pemilih yang punya KTP-E dan surat keterangan dukcapil tidak diperbolehkan memilih karena alasan telah lewat pukul 13.00 WIB. Padahal, mereka sudah antre sejak pagi, dan yang sangat konyol, mereka tidak bisa memilih karena surat suara habis," beber Arteria.

Dia berharap potret kelam penyelenggaraan pilkada DKI putaran pertama tidak terulang di putaran kedua. Untuk itu, KPU segera menyempurnakan sistem dan lembaga, mulai pengembangan kapasitas SDM KPPS hingga pengawas TPS.

"Kami minta KPU pusat turun tangan guna memonitoring, mengevaluasi, dan menyupervisi langsung atas kebijakan dan proses penyelenggaran pilkada tahap dua nanti. Kalau tidak bisa dibina, take over saja sejak awal biar tidak gaduh dan memunculkan polemik di kemudian hari," tandasnya.

Harapan serupa dilontarkan anggota Komisi II lainnya, Hetifah Sjaifudian. Menurutnya, Komisi II dan Kemendagri telah mengevaluasi pelaksanaan Pilkada 2017. Pemerintah berjanji akan membenahi data pemilih, terutama untuk putaran kedua pilkada DKI agar tidak ada warga yang kehilangan hak pilih seperti di putaran pertama.

"Kami juga minta agar data pemilih di beberapa rutan diperbaiki. Di Rutan Salemba, misalnya, banyak tahanan yang tidak bisa memilih karena belum terdaftar. Padahal, mereka warga Jakarta. Itu semua sudah kami jadikan catatan penting," jelas politikus Golkar itu.

Optimalisasi
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyoroti lemahnya pemahaman petugas KPPS dalam melayani pemilih. Ia mencontohkan banyak pemilih yang tidak bisa mencoblos karena tidak membawa formulir C6. Padahal, pemilih itu terdaftar dalam DPT. Petugas KPPS tidak memahami jika C6 bukanlah surat undangan, melainkan hanya surat pemberitahuan. Pemilih yang tidak mempunyai C6 tetap dapat memilih asalkan membawa KTP-E dan petugas KPPS mengecek apakah pemilih itu ada dalam DPT atau tidak.

Selain itu, petugas KPPS juga kurang memahami mengenai pemilih yang masuk daftar pemilih tetap khusus tambahan (DPKTb). "Bila penyelenggara memahami hal itu, sebenarnya di putaran pertama tidak ada permasalahan kekurangan surat suara," jelasnya.

Untuk itu, Titi berpendapat perlunya pelatihan secara dialogis antara KPU DKI dan petugas KPPS untuk mengantisipasi persoalan yang sama di putaran kedua. "Harus ada optimalisasi pembekalan petugas KPPS dan pengawas. Jangan hanya ceramah, tetapi harus ada video tutorial yang jadi panduan." (Nyu/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya