Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

58 Dinasti Politik Masuk Radar Korupsi

MI
23/2/2017 08:57
58 Dinasti Politik Masuk Radar Korupsi
(MI/LILIEK DHARMAWAN)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memantau 58 dinasti politik yang tersebar di seluruh Indonesia secara intensif. KPK juga memberi perhatian pada praktik jual beli jabatan yang diduga masih terus berlangsung.

Demikian dikemukakan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan seusai sosialisasi dan implementasi penindakan korupsi di Pendopo Dipokusumo Purbalingga, Jawa Tengah, kemarin.

Menurut Basaria, dinasti politik kerap mengedepankan kepentingan keluarga hingga bersinggungan dengan tindak pidana korupsi.

"Bayangkan kalau ada suami, kemudian di-sambung istri dan anaknya. Di Jateng ada juga, di Jabar ada juga. Itu namanya dinasti aliran su-ngai. Ada juga dinasti yang menyebar. Suaminya mungkin jadi bupati, istrinya jadi DPRD, jadi semacam kerajaan," papar Basaria.

Ia mengatakan pejabat yang telah masuk dinasti politik bisa terhindar dari penindak-an bila benar-benar mampu meminggirkan kepentingan keluarga dan mengutamakan masyarakat.

Dalam kaitan jual beli jabatan, Basaria mengungkapkan ada tiga modus operandi yang terjadi dalam jual beli jabatan di daerah.

Pertama, sistem ijon. Mereka yang menginginkan jabatan menyuap di awal sebelum menjabat. Modus kedua, seperti jual beli di warung. Seorang kepala daerah telah memasang tarif tertentu untuk jabatan yang dijual.

"Sedangkan modus ketiga ialah setoran yang dilakukan seseorang yang sudah menduduki jabatan tertentu. Misalnya, setoran bisa per bulan atau setiap ada proyek," ungkap Basaria.

Basaria menyatakan beberapa korban melapor dimintai setoran pada saat akan mendu-duki jabatan tertentu. Mereka mempertanyakan status mereka dalam penindakan. "Saya katakan saksi pelapor bakal dilindungi."

Di kesempatan yang sama, Basaria menyoal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghilangkan kata 'dapat' dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Penghilangan kata itu membuat KPK baru bisa mengusut kasus korupsi setelah timbul kerugian negara yang dinyatakan BPK.

Kendati tidak menyulitkan, dampak putusan tersebut membuat KPK kurang leluasa berge-rak.

"Dalam praktiknya, KPK sudah melakukan semacam itu. Seluruh kasus yang ditangani KPK, semuanya telah terhitung," tandasnya. (LD/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya