Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PERSOALAN hoax menjadi bahasan filosofis akhir-akhir ini. Adalah Filsuf Rocky Gerung yang mengatakan bahwa pembuat berita bohong terbaik ialah pemerintah yang sedang berkuasa.
Pendapat mentor calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 1 Agus Yudhoyono itu mendapat elaborasi dari filsuf Tommy Awuy. Menurut Tommy, sulit untuk tidak mengaitkan maraknya penyebaran berita hoax dengan akumulasi modal.
"Dalam konteks kekuasaan, politik dan uang tidak bisa lepas, kekuasaan mengacu ke akumulasi modal," ujar Tommy saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, kemarin.
Tommy menyebut, dunia digital memicu maraknya fenomena hoax yang diawali dengan banyaknya berita palsu. Kemunculannya serempak dan ditujukan untuk mempengaruhi orang yang membacanya.
Ia tidak setuju dengan anggapan masyarakat mudah percaya dan teropini dengan berita hoax. Menurutnya, masih ada masyarakat yang kritis terhadap berita hoax.
Namun, ia mengakui saat ini tidak diketahui berapa banyak masyarakat yang percaya akan berita hoax dan berapa yang tidak.
Untuk itu, Tommy menyebut pemerintah perlu untuk melakukan kajian, riset tentang tingkat penerimaan masyarakat terhadap hoax, tingkat kritis masyarakat terhadap hoax, dan penyebar luasan hoax sampai sejauh mana.
"Setelah itu buat kebijakan-kebijakan, jangan asal nge-block (situs-situs)," cetusnya.
Ia menilai penutupan portal berita yang dianggap menyebarkan berita palsu bisa menjadi solusi jangka pendek untuk menekan peredaran berita hoax, asalkan penutupan tersebut dilakukan sesuai aturan hukum.
"Kalau itu dilakukan berdasarkan kajian dan sesuai hukum, ya sudah. Ada UU yang mengatur," ucapnya.
Saat dihubungi terpisah, sosiolog UI Imam Prasodjo menyebut maraknya fenomena hoax diakibatkan berkembang pesatnya teknologi komunikasi massa. Dulu, kata Imam, orang mendapatkan informasi melalui media massa dengan produk koran.
Namun, saat ini dengan adanya Whatsapp (WA), Line, Twitter, dan Facebook orang mendapatkan informasi tidak lagi dari institusi media massa, tetapi dari individu. Setiap individu pun, saat ini bisa memproduksi beritanya dan menjadi jurnalis.
"Semua orang bisa jadi pengamat sekarang ini tanpa memiliki kode etik yang kuat seperti jurnalis atau akademisi yang punya tanggung jawab akademis, sekarang anak kecil ikut dalam WA dan Facebook dia bisa ngomong apa saja tanpa memikirkan kode etik dan tanggung jawab akademis," lanjut dia.
Menurut Imam, motif seseorang dalam penyebaran berita hoax beragam, tidak terkecuali motif politik dan mendiskreditkan orang tertentu. Untuk itu, Imam mendorong netizen untuk mampu menyaring berita hoax. "Kalau perlu dibuat komite etik yang mengadili masalah hoax," pungkasnya.(Nyu/P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved