Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Tim Pora Pegang Tali Kekang WNA

Cahya Mulyana
17/1/2017 08:17
Tim Pora Pegang Tali Kekang WNA
(Antara/M Agung Rajasa)

DALAM debat Pilkada DKI Jakarta yang berlangsung Jumat (13/1), calon Gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan 3 Anies Baswedan melontarkan pertanyaan kepada pasangan calon nomor pemilihan 1 Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

"Tantangan terbesar di Jakarta, adalah kesempatan kerja agar bisa dinikmati seluruh warga. Bagaimana Pak Agus bisa mengoptimalkan Tim Pora, agar warga Jakarta tidak kalah dari warga dari luar Jakarta?"

Pertanyaan itu direspons Sylvi dengan mengemukakan upaya memberdayakan warga melalui program andalan Agus-Sylvi berupa modal bergulir Rp50 juta per UMKM dan dan dana Rp1 miliar per RW. Jawaban itu dinilai Anies tidak menjawab pertanyaannya. Sylvi, meski pernah menjabat kepala dinas dan wali kota Jakarta Pusat, menurut Anies, tidak memahami fungsi Tim Pora.

Tim Pora atau Tim Pengawasan Orang Asing merupakan gugus tugas terintegrasi untuk penindakan dan pengawasan warga negara asing (WNA). Tim yang terdiri dari unsur berbagai instansi pemerintahan tersebut ada di tingkat kabupaten/kota. Bahkan ada yang sampai di tingkat kecamatan.

Di tengah isu serbuan tenaga kerja asing (TKA) ilegal ke Tanah Air, khususnya dari Tiongkok, menyoal fungsi Tim Pora menjadi cukup relevan. Pada kenyataannya, walaupun tidak bisa disebut 'serbuan TKA ilegal', terdapat ribuan WNA yang ditemukan melanggar aturan keimigrasian. Entah berapa banyak yang belum atau tidak tepergok.

Sepanjang 2016, dari 8.116 kasus pelanggaran hukum yang dilakukan WNA, sebanyak 7.787 kasus merupakan pelanggaran administratif keimigrasian. Kemudian, sebanyak 329 kasus pidana hukum. Dari keseluruhan jumlah pelanggaran, Tiongkok mendominasi dengan 1.837 kasus.

Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Franky Sompie mengatakan Tim Pora akan berkoordinasi ketika ditemukan informasi pelanggaran yang dilakukan warga asing. Misalnya, bila ada pelanggaran aturan ketenagakerjaan akan diserahkan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jika terkait teror, akan diserahkan kepada Polri dan BNPT, dan seterusnya.

"Semua penanganan tesebut dibantu Ditjen Imigrasi untuk pelaksanaan tindakan administrasi keimigrasian dan deportasi setelah tindakan hukumnya tuntas oleh pihak yang berwenang," ujar Ronny saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Dampak bebas visa
Ronny menyebutkan pengawasan orang asing dimulai saat mereka mengajukan visa di perwakilan negara sahabat. Tahap ini tidak berlaku bagi WNA yang mendapatkan fasilitas bebas visa.

Lalu, pengawasan berlanjut saat WNA melintas masuk di tempat pemeriksaan imigrasi di bandara, pelabuhan, pos lintas batas negara, dan selama WNA itu tinggal di Indonesia.

Ronny mengaku belum mengantongi dampak negatif pemberlakukan kebijakan bebas visa terhadap 169 negara yang dimulai Maret 2016. Pasalnya, evaluasi harus dilakukan seluruh pihak yang terdampak. "Pelanggaran keimigrasian yang ditemukan berbanding lurus dengan seberapa banyak tindakan penegakan hukum dan pengawasan yang dilakukan semua kementerian dan lembaga," papar Ronny.

Ketika pengawasan kurang dilakukan, lanjut Ronny, temuan pelanggaran keimigrasian akan berkurang. Itu akibat sistem yang dapat digunakan menemukan pelanggaran keimigrasian hingga kini masih bersifat manual. Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Agung Sampurno menambahkan, terdapat beberapa modus pelanggaran keimigrasian. Pelanggaran izin tinggal dan ketidaksesuaian izin tinggal paling banyak dilakukan WNA.

Menurut Agung, perkara pelanggaran yang dilakukan WNA tidak berkaitan dengan kebijakan bebas visa. "Pelanggaran tersebut akibat perubahan tren saja. Angkanya tidak jauh berbeda dibanding tahun sebelumnya yang (pelanggaran) banyak dilakukan warga asal Asia Tengah."

Walau begitu, evaluasi kebijakan bebas visa tetap dilakukan pemerintah setahun sesudah berlaku. "Salah satunya berkaitan dengan kebijakan itu menguntungkan enggak dari sisi pariwisata," terang Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi, di Jakarta, kemarin.

Johan tidak menampik evaluasi juga berkaitan dengan tenaga kerja asing (TKA) ilegal yang banyak ditemukan. (Nur/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya