Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
SKANDAL penahanan Tajudin mengindikasikan lemahnya kontrol terhadap kasus-kasus yang bergulir ke pengadilan.
Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mekanisme pengawasan terhadap kasus-kasus yang ditangani kepolisian dan dilimpahkan kepada kejaksaan sama sekali tidak jalan.
"Penyidik kepolisian dan jaksa penuntut umum menjadi pihak yang harus bertanggung jawab atas lamanya penahanan terhadap Tajudin. Kinerja polisi dan jaksa penuntut tampak serampangan dalam kasus ini. Polisi terlihat hanya menghabiskan anggaran penanganan kasus tanpa memedulikan kasusnya seperti apa," ujar Haris saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
Haris menyebut, ada banyak kasus serupa kasus Tajudin.
Di Situbondo misalnya, pada 2015, Nenek Asyani ditangkap dan ditahan karena dituduh melakukan pencurian kayu jati.
Kasus-kasus penyiksaan pun kerap dilakukan penyidik kepolisisan demi mendapatkan 'bukti' yang diinginkan.
"Ini merupakan berita buruk bagi warga miskin. Kasus Tajudin mengindikasikan warga miskin yang tidak punya akses terhadap informasi atau media masih tetap rentan kriminalisasi dan penyalahgunaan diskresi polisi," ujarnya.
Tajudin, 41, penjual cobek di Bintaro, Kota Tangerang Selatan, Banten, didakwa melakukan perdagangan manusia dan eksploitasi anak.
Namun, majelis hakim memutus bebas Tajudin yang ditangkap Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Selatan pada 20 April 2016.
Pengawasan eksternal
Selain penguatan terhadap kontrol para penyidik polisi secara internal, Haris mengatakan perlu dibangun mekanisme pengawasan eksternal yang kuat untuk mengecek kinerja penyidik kepolisian di masa depan.
Jika perlu, Presiden membentuk tim untuk mendata dan memetakan kasus-kasus kriminalisasi terhadap masyarakat miskin yang terjadi selama ini.
"Pengawasan internal saja selama ini tidak cukup. Biarpun sudah ada propam dan Kompolnas, kita lihat polisi masih seenaknya saja menggunakan diskresi mereka. Kalau perlu, seperti di banyak negara, seharusnya dibikin semacam hakim komisaris yang menentukan layak atau tidaknya sebuah kasus masuk pengadilan," jelas dia.
Koordinator Bidang Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, menyarankan agar Tajudin menggugat balik.
Gugatan tersebut bisa dilayangkan tak hanya kepada para penyidik, tetapi juga kepada institusi kepolisian dan kejaksaan.
"Ini kelalaian yang menunjukkan adanya sistem yang buruk. Kalau kita lihat, kasusnya sudah ramai diberitakan di media, tapi masih bablas begitu saja. Jadi, yang salah bukan hanya penyidiknya, melainkan juga karena memang sistemnya yang buruk. Jadi, institusi juga harus bertanggung jawab membenahi ini," ujarnya.
Di tempat terpisah, Tajudin mengatakan akan menggugat aparat kepolisian dengan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Tangerang Rabu (18/1).
Ia tidak terima sembilan bulan berada ditahan di Rutan Jambe, Tangerang. (Nyu/P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved