Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Ini Penjelasan Kapolri Mengapa Aksi 212 Digelar di Monas

Arif Hulwan
05/12/2016 19:02
Ini Penjelasan Kapolri Mengapa Aksi 212 Digelar di Monas
(MI/ROMMY PUJIANTO)

PENANGKAPAN para aktivis demokrasi bukan bagian pembungkaman kebebasan berpendapat. Namun, Polri melihat ada upaya pembajakan massa demonstrasi 2 Desember (212) untuk menduduk DPR secara paksa. Kebebasan berpendapat tetap dibatasi dalam perundangan.

"Kritik kepada Pemerintah bukan sesuatu yang tabu. Boleh sampaikan aspirasi apapun sepanjang koridor hukum. Silakan datang ke rumah rakyat. Tapi kalau menduduki DPR secara paksa, dengan kekerasan, apapun alasannya, kita tindak," cetus Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Senin (5/12).

Hal ini menjawab pertanyaan dari Anggota Komisi III DPR dari F-Demokrat Erma Suryani Ranik dan Wakil Ketua Komisi III DPR dari F-PDIP Trimedya Pandjaitan soal penangkapan para aktivis, dalam Raker Komisi II DPR itu.

Menurut mereka, mayoritas aktivis yang ditangkap ialah kaum lanjut usia yang bermasalah fisiknya. Misalnya, Rachmawati Soekarnoputri yang harus duduk di kursi roda akibat kesehatannya. Pengenaan delik makar kepada aktivis itu dikhawatirkan jadi langkah mundur bagi kebebasan berpendapat.

"Ini bahaya. Kita tegakan demokrasi itu enggak mudah. Dulu jaman Orba protes dikit ditangkap. Sekarang kritik disebut makar. Ini membuat orang tidak kritis ke pemErintah. Majunya Pemerintah kan karena demokrasi di masyarakat juga. Sementara majunya demokrasi itu kuat kalau civil society kuat," papar Erma.

Tito melanjutkan, pihaknya bukan bermaksud mengulang era Orba. Kepolisian memiliki bukti yang cukup bahwa para tersangka berupaya menggulingkan pemerintah yang sah secara inkonstitusional.

Di antaranya dengan melakukan rapat-rapat, merencanakan pembajakan massa 212, dan membelokannya untuk menduduki gedung DPR/MPR/DPD. Ditemukan pula bahwa para tersangka sudah menyiapkan mobil-mobil komando untuk memprovokasi massa.

"Jadi (makar) tidak harus dengan cara kekuatan bersenjata, tembak-tembakan. Mari sama-sama pelajari KUHP," ujarnya.

Kapolri juga menyebut bahwa keterbatasan fisik para tersangka itu bukan halangan dalam beraksi. "Justru karena kematangannya. Mereka tidak usah turun langsung mendobrak pagar DPR. Setting, desain kegiatan itu ya senior yang punya pengalaman. Yang muda-muda itu muscle-nya. Makin tinggi usia, makin matang teknis, taktik lapangan," jelas Tito.

Dalam kaitan ini, Polri juga menyebut bahwa pemusatan jutaan massa aksi 212 dilakukan untuk meminimalisasi potensi pembajakan massa oleh para pendompleng itu. Massa diperkirakan akan menyentuh area belakang dan depan gedung DPR/MPRD/PD, jika aksi dilakukan di Jl MH Thamrin-Jl Sudirman. Karenanya, Tito sejak awal intensif melobi para pimpinan ormas untuk mencapai kesepakatan pemusatan aksi di Monas.

Selain itu, Kapolri juga menyebut alasan penjemputan para aktivis di pagi hari sebelum aksi 212 digelar ialah demi menghindari upaya pemutarbalikan fakta yang memanaskan suasana di media sosial. "Kalau sehari-dua hari sebelumnya ditangkap nanti mereka punya waktu untuk menggoreng-goreng isu itu," tutup dia. OL-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya