Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan sikap pemerintah yang tidak memprioritaskan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2017. Padahal, RUU itu sangat penting mendukung pemberantasan korupsi karena mampu memiskinkan pelaku korupsi.
"Pandangan saya pribadi kalau mau cepat negara ini naik indeks persepsi korupsinya maka perampasan aset sangatlah penting. Karena aturan itu kan akan mengatur aparat penegak hukum dalam menyita aset hasil tindak pidana termasuk hasil korupsi," ungkap Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang saat dihubungi, Media Indonesia, Rabu (30/11).
KPK menilai aturan itu sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana korupsi. Namun KPK tidak bisa memaksakan kehendak pemerintah dan DPR yang memiliki kewenangan membentuk aturan perundang-undangan.
"Itu hak law maker atau pembuat UU atau legislator, apa yang mereka mau hasil kan lebih dulu. Mereka digaji untuk itu dengan skala perioritasnya mereka juga dan harusnya ini langsung ditanyakan mengapa RUU itu ditunda yang mulia di Senayan (DPR)," jelasnya.
Saat diminta tanggapannya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laloly menjelaskan keputusan lembaganya sudah didasarkan pada kebutuhan yang mendesak. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku perpanjangan tangan pemerintah, kata dia, lebih memilih mengajukan RUU pembatasan transaksi uang tunai.
Alasannya, lanjut dia, itu bisa mencegah tindak pidana korupsi sesuai dasar pemikiran PPATK selaku inisiator RUU ini. "Saya cek dulu, karena besok (1/12) rapat dengan Baleg. Karena ada juga undang-undang strategis lainnya, RUU pembatasan transaksi tunai," singkatnya. OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved