Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
DEMONSTRASI 4 November mengungkap siapa kawan sesungguhnya bagi Presiden Joko Widodo di koalisi pemerintahannya. Meskipun ada alasan suara konstituen, indikasi langkah oportunistik tetap kental. Masuknya oposisi ke Pemerintah pun memungkinkan.
"Setelah reformmasi sulit ada mono-loyalitas di koalisi. Partai-partai yang bernuansa agama pintar dengan loyalitas ganda. Mau dapat kekuasaan, tapi ingat dengan grassroot-nya. Ada kebingungan sikap, ambigu di situ," ungkap Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira, dalam acara diskusi di PARA Syndicate, di Jakarta, Jumat (25/11).
Hal ini dikatakannya terkait dengan loyalitas partai koalisi, terutama yang berbasis massa islam, di sekitar kejadian demonstrasi besar 4 November lalu. Sementara, peserta demo kebanyakan merupakan umat muslim yang meminta penegakan kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama.
Meski begitu, Andreas melihat ada pihak di koalisi yang hendak menikung jika agenda 4 November itu di atas angin. Jika tak sesuai rencana, pihak ini akan tetap berada di pemerintahan. Ia sendiri enggan menyebut identitas kekuatan politik ini. Yang jelas, kata dia, level pertemanan politiknya dengan Jokowi dan PDIP baru sebatas teman taktis alias sebatas transaksi kekuasaan.
"Ini persoalan bangsa. Tapi ada yang melihatnya sebagai oportunity. Kalau (aksi 4 November) ini menang, gue ikut. Untung-untungan juga. Enggak perlu satu-satu disebut, tapi kelihatan," cetus anggota Komisi I DPR itu.
Dia justru melihat adanya tingkat pertemanan yang lebih tinggi pada hubungan Jokowi dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra. Yakni, teman strategis, meski belum sampai teman ideologis. Hal ini terkonfirmasi dalam dua kali pertemuan keduanya. Pernyataan yang dilontarkan pun memberi kesejukan dan membuka peluang koalisi.
"Kelihatan di sini chemistry (antara Jokowi-Prabowo). Tapi kita serahkan kepada keputusan Gerindra serta Pak Presiden sendiri. Yang penting, penyikapan terhadap aksi 4 November ini memfilter perkawanan yang ada," imbuh Andreas.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyebut bahwa pihaknya masih menikmati dengan posisi di luar pemerintahan. Dua pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo di sekitar momentum 4 November lalu lebih karena adanya kesamaan visi dalam memperjuangkan situasi negara agar lebih sejuk.
"Kita siap dukung di dalam atau di luar itu jangan diartikan ingin kabinet. Kami senang jadi oposisi. Seperti kata Pak Prabowo, kita tidak perlu membeo. Tetap kritisi Pemerintah," akunya.
Soal partai berbasis massa islam di koalisi yang terkesan tak loyal, Riza menilainya wajar. Sebab, sosok Basuki memang memantik kontroversi. Sementara, partai harus memerhatikan suara pemilihnya. Hal itupula yang menyebabkan koalisi pemerintah tak satu dukungan di Pilkada DKI 2017.
"Kehilangan konstituen, ya kehilangan partai," cetus dia.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyebut, salah satu indikasi tidak solidnya koalisi itu datang dari rangkaian safari politik Jokowi beberapa waktu lalu. Presiden, katanya, terlihat bekerja sendiri tanpa dukungan koalisi. Terutama, parpol berbasis massa Islam. Yakni, PPP, PAN, dan PKB. Ketiganya juga tak sigap dalam menangkal isu Basuki agar tak menyerang pribadi Jokowi. OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved