Jaksa Agung Duga Ada Jual-Beli di Praperadilan

Indriyani Astuti
03/10/2015 00:00
Jaksa Agung Duga Ada Jual-Beli di Praperadilan
HM Prasetyo, Jaksa Agung(MI/PANCA SYURKANI)

JAKSA Agung HM Prasetyo menduga praperadilan kini sudah menjadi sebuah komoditas. Siapa pun yang beperkara hukum bisa menggunakan mekanisme praperadilan untuk meloloskan diri.

Saat ditemui di Kantor Kejaksaan Agung Jakarta, kemarin, Prasetyo mengatakan upaya penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi, kini menemui kendala baru, yakni jual-beli di praperadilan.

Mekanisme praperadilan yang sedianya menjadi alat untuk memberikan perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat tersangka atau terdakwa diduga telah berubah menjadi sebuah komoditas.

"Banyak yang bilang praperadilan jadi komoditas, ada yang jual dan ada yang beli. Dianggap sebagai peluang dan lahan," kata Prasetyo.

Hal itu disampaikannya untuk menanggapi kekalahan Kejaksaan Agung dalam praperadilan melawan PT Victoria Securities Indonesia (PT VSI) pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/9) lalu.

Pihak-pihak yang merasa langkahnya diketahui dan dicegat penegak hukum, kata Prasetyo, disebutnya melakukan berbagai upaya untuk menyangkal tuduhan telah melakukan korupsi.

"Jaksa, polisi, dan KPK jadi hambatan mereka. Karena itu, apa pun putusan praperadilan, kita jalan terus karena praperadilan tak menyangkut perkara," tegasnya.

Dia menambahkan, ada saatnya praperadilan menjadi lahan dan kesempatan bagi sejumlah pihak untuk menghambat kinerja penegak hukum dalam mengusut kasus korupsi.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono menegaskan, penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang dilakukan PT VSI tetap akan dilanjutkan meski bukti yang sudah didapat jaksa penyidik dari hasil penggeledahan dinyatakan tidak sah oleh hakim praperadilan.

Pihaknya akan mempelajari putusan hakim tersebut agar perkara itu dapat terus diusut. "Ini kan hanya praperadilan. Penyidikan akan tetap berlanjut. Masih ada banyak jalan menuju roma," ujarnya.

Terkait bukti-bukti yang diperintahkan hakim untuk dikembalikan, Widyo mengatakan akan mempelajari dulu putusan tersebut secara lengkap.

"Ya nanti kita lihat. Semua itu harus berdasarkan putusan yang ada. Nanti akan kami sampaikan secara tertulis," jelasnya.

Tidak sah

Dalam sidang praperadilan yang digelar pada Selasa (29/9) lalu, hakim tunggal Achmad Rifai memutus untuk menolak seluruh eksepsi yang diajukan Kejagung terkait dengan penggeledahan yang dilakukan pada PT VSU pada 12 Agustus lalu.

Hakim menyatakan PT VSI bukanlah objek yang tepat untuk digeledah Kejagung.

Hakim juga memutuskan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan Kejagung tidak sah karena tidak mengantongi surat izin dari PN Jakarta Pusat.

Menurut hakim, penyidik memang dapat menggeledah dan menyita tanpa surat resmi dari pengadilan apabila dalam keadaan mendesak, yakni jika barang bukti yang dimaksud dapat dihilangkan.

Namun, dalam perkara itu, hakim menilai tidak ada hal yang mendesak.

"Hakim menilai pengeledahan dan penyitaan terhadap PT VSI bukan dalam keadaan mendesak sehingga termohon harus mendapatkan surat izin pengadilan," jelasnya.

Terkait gugatan ganti rugi sebesar Rp1 triliun yang diajukan PT VSI, hakim menolaknya.

Menurutnya, hakim tidak menemukan adanya uraian mengenai kerugian dalam peristiwa itu.

(Nel/MTVN/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya