Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
INDONESIA membuka peluang menerima uluran bantuan pemerintah Malaysia dan Singapura memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dalam waktu dekat, atas perintah Presiden Joko Widodo, pihak Malaysia dan Singapura juga akan diundang untuk mengunjungi lokasi kebakaran untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Akan dipertimbangkan kalau mereka memberikan bantuan yang pantas," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta kemarin.
Luhut mengaku sudah berbicara dengan Singapura dan Malaysia terkait keluhan asap dari kedua negara itu.
Beberapa waktu lalu, ia mengaku sudah berkomunikasi dengan Wakil Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean serta menerima kunjungan Wakil Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi.
"Kami berbicara baik-baik, tidak ada masalah," tambahnya.
Kepada mereka, Luhut menegaskan, pemerintah RI tengah berusaha mengatasi bencana tersebut.
Pasalnya, kabut asap pekat akibat karhutla yang menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatra dan Kalimantan sudah mengganggu kehidupan masyarakat.
Prioritas pemerintah, lanjutnya, ialah keselamatan warga negara RI.
Meski demikian, Luhut mengaku pemerintah tidak nyaman kalau negara tetangga turut terkena dampaknya.
"Sudah saya jelaskan bahwa Indonesia telah melakukan pekerjaan untuk menuntaskan persoalan itu," tegasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan saat ini pihaknya bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan enam pemerintah provinsi yang mengalami karhutla tengah fokus memetakan dan merencanakan pembangunan kanal-kanal di lahan gambut.
Provinsi yang mulai membangun kanal ialah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Pembangunan kanal di kedua wilayah tersebut ditargetkan selesai pada pertengahan Oktober mendatang.
"Pembuatan kanal secara menyeluruh dan terintegrasi sedang digarap oleh Menteri LHK untuk dipetakan daerah mana saja yang akan segera dibangun," ujar Willem saat konferensi pers BNPB di Jakarta, kemarin.
Willem menambahkan, pembangunan kanal pada provinsi-provinsi yang berpotensi mengalami karhutla membutuhkan waktu panjang.
Hal itu terkait luasnya wilayah serta sarana dan ketersediaan alat-alat yang dibutuhkan.
"Butuh proses cukup panjang bahkan bertahun-tahun. Kalau seluruhnya, saya prediksi lima tahun ke depan baru akan bisa rampung seluruhnya," tambah Willem.
Biaya besar
Di sisi lain, Managing Director Sustainability and Stakeholder Engagement Asia Pulp and Paper (APP), Aida, menyatakan biaya restorasi hutan alam yang rusak akibat karhutla yang ditanggung sebuah perusahaan sangat besar, yaitu US$500 hingga US$1.000 per hektare.
Oleh karena itu, sebuah kerugian akan dialami oleh perusahaan yang membiarkan kawasan hutan alamnya terbakar.
"Apalagi, kebakaran tersebut terjadi di dalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang investasinya mencapai US$1.000 hingga US$2.000 per hektare," ungkapnya di Jakarta.
APP, lanjutnya, lewat 38 supplier telah menggelontorkan dana hingga US$120 juta untuk upaya preventif.
"Dana tersebut termasuk menyiagakan 2.900 pemadam kebakaran, dan 2.200 Masyarakat Peduli Api," tambah Aida.
Dalam kesempatan yang sama, Managing Director Grup Sinar Mas Gandhi Sulistiyanto juga menyatakan dukungan penuh terhadap pemerintah dalam upaya penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan dan lahan.
(Pro/Ric/X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved