Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Pemerintah Cari Format Tuntaskan Kasus HAM

Arif Hulwan
01/10/2015 00:00
 Pemerintah Cari Format Tuntaskan Kasus HAM
(MI/Arya Manggala)
PEMERINTAH hingga kini masih menyusun format untuk menyelesaikan kasus-kasus terkait hak asasi manusia (HAM) dengan meminta pandangan dari sejumlah kalangan dan juga organisasi yang bergerak di bidang advokasi HAM.

"Ini masih digodok bersama Komnas HAM. Kita juga meminta pendapat teman-teman Kontras, semua stakeholder (pemangku kepentingan) bangsa ini harus duduk bersama menyelesaikannya. Jadi tidak ada sembunyi-sembunyi di sini," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Istana Presiden Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan penyelesaian kasus HAM tidak hanya yang terkait dengan kejadian pada 1965, tetapi juga kejadian lainnya seperti Trisakti dan Semanggi.

"Ini dalam proses terus. Ini kan peristiwa sangat besar. Ada Trisakti, Semanggi, ada penghilangan orang secara paksa, ada ini peristiwa '65 semuanya harus kita selesaikan secara baik-baik," tuturnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Menko Polhukam Luhut B Pandjaitan. "Kita masih mencari format yang pas. Masak kita mau terus-menerus membawa masa lalu, kita juga ingin masa lalu kita damaikan. Kita harus berdamai pada diri kita, kita kan bangsa besar, jangan kita membawa masa lalu terus-terusan," ujar Luhut.

Ia menambahkan, pemerintah masih terus mencari format yang tepat untuk menyelesaikannya.

"Nah, formatnya seperti apa, kita ingin supaya jelas, tetapi tidak ada istilah, saya ulangi, tidak ada yang istilah bahwa pemerintah minta maaf sama PKI, itu tidak ada, dan tidak pernah terpikir," jelasnya.

Di kesempatan terpisah, anggota Komnas HAM Muhammad Nur Khoiron mengingatkan pemerintah untuk segera membuat langkah politik guna menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Ia mengapresiasi rencana pemerintah yang akan menyelesaikannya dengan cara rekonsiliasi. Namun, diingatkannya, rekonsiliasi tetap harus didahului oleh pengungkapan kebenaran bahwa telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu.

"Hal ini untuk menghindari adanya impunitas (kebal hukum) serta jaminan peristiwa serupa tidak terulang kembali. Bagaimana mekanisme pengungkapan kebenarannya, bisa dilakukan dengan membentuk komite rekonsiliasi," ujarnya.

Kearifan zaman
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid menilai langkah terbaik untuk mengenang 50 tahun Peristiwa 1965 ialah dengan menjadikannya sebagai pembelajaran, saling memaafkan, dan rekonsiliasi.  

Ia mengungkapkan, memaafkan satu sama lain bukan berarti melupakan. Kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu apalagi politik, lanjutnya, jangan sampai terulang.

"Kita tidak bisa melihat kejadian masa lalu dengan kacamata dan perspektif sosiologis hari ini. Kita butuh kearifan zaman," ujar Nusron.

"Lagi pula, saat ini mayoritas keluarga korban PKI yang dulu musuhan dengan NU, banyak yang menjadi aktivis NU. Mereka malah lebih rajin beribadah daripada yang bapaknya NU," ungkapnya.

Di Bandung, Jawa Barat, puluhan ormas dan LSM yang tergabung dalam wadah Aliansi Ormas-LSM Anti-Komunis Jabar, menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, kemarin.

Mereka menentang gerakan komunis gaya baru di Indonesia, yang diam-diam menyusup di berbagai sektor strategis. Gerakan itu mereka tuding tengah berupaya mengubah ideologi Pancasila dengan menerapkan komunisme gaya baru.

"Kini generasi penerus PKI terus berupaya melakukan penyusupan dan mendompleng partai-partai berkuasa guna menyusun kembali kekuatannya yang porak-poranda. Mereka kini bermetamorfosis menjadi gerakan komunisme gaya baru," ujar Ketua Aliansi Muchsin Al Fikri di sela aksi. (Ind/AM/P-1)

arif_hulwan @mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya