Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
MANTAN anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto mengeluhkan vonis 5 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim. Padahal, mantan rekannya di Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti yang berperan lebih aktif daripada dirinya hanya divonis 4,5 tahun.
Keluhan itu ia ungkapkan seusai mendengar vonis majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Budi merasa putusan tersebut tidak adil sebab dirinya bukan pelaku utama. “Yang kita inginkan keadilan saja. Artinya, kalau pelaku utama (Damayanti) saja dituntut 6 tahun diputus 4,5 tahun, masak kita yang hanya ikut-ikutan itu lebih berat,” keluhnya.
Meski demikian, Budi mengaku masih menggunakan waktu selama 7 hari untuk pikir-pikir terhadap putusan itu.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim memvonis Budi selama 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan. Putusan itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa KPK selama 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan.
Budi terbukti menerima S$305.000 dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir melalui rekan Damayanti, Julia Prasetyarini, dan Dessy Ariyanti Edwin, atas instruksi Damayanti. Uang yang diberikan agar proyek rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Maluku senilai Rp50 miliar yang masuk di APBN 2016 dikerjakan oleh Abdul Khoir.
Pembelaan Budi yang menyatakan uang suap dari Khoir telah dilaporkan kepada KPK sehingga seharusnya menghapus unsur pidana ditolak majelis hakim. Anggota majelis Ansori Saripudin mengatakan pelaporan itu tidak dilakukan atas niat baik. Pasalnya, Budi baru melapor setelah Damayanti, Julia, dan Dessy ditangkap KPK.
Selain itu, pelaporan tidak dilakukan dengan segera dan baru dilakukan 17 hari setelah menerima uang suap.
“Pelaporan gratifikasi tidak menghapus sifat perbuatan melawan hukum dari tindak pidana suap,” ucap hakim Ansori.
Majelis juga menolak alasan Budi yang menyatakan ragu-ragu terhadap status uang yang diberikan kepadanya, apakah terkait fee program aspirasi atau modal kerja sama proyek tol Kertosono-Solo antara dirinya dan Damayanti.
Seharusnya, kata majelis, jika Budi ragu, ia bisa menanyakan status uang itu kepada Damayanti yang ia temui pada 13 Januari 2016 saat rapat Komisi V DPR, atau satu hari pascamenerima uang suap. Kenyataannya Budi tidak bertanya kepada Damayanti yang saat itu duduk di sebelahnya ketika rapat.
“Saat bertemu Damayanti di Komisi V terdakwa (Budi) sama sekali tidak pernah menanyakan status uang yang diterima,” pungkas hakim Ansori. (Nyu/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved