Memangkas Jarak dengan Rakyat

25/7/2016 01:15
Memangkas Jarak dengan Rakyat
(MI/ROMMY PUJIANTO)

SUASANA sebuah rumah kerap mencerminkan kepribadian sang pemilik. Pepatah itu dirasa tepat menggambarkan perubahan tradisi dan suasana di Istana Kepresidenan dari masa ke masa.

Jika presiden ganti, berubah pula tradisi yang berkembang di lingkungan Istana.

Istana memang merupakan wilayah yang sakral. Sejak dulu, tidak sembarang orang bisa memasukinya, apalagi pada era Orde Baru.

Menurut salah satu mantan komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), pada era Soeharto bahkan seekor lalat pun tidak bisa masuk Istana.

Desakralisasi Istana mulai bergulir di era reformasi. Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Istana menjadi lebih humanis dan terbuka.

Aturan protokoler disesuaikan dengan karakter sang presiden.

Dalam bukunya yang bertajuk Istana-istana Kepresidenan di Indonesia, Peninggalan Sejarah dan Budaya, Asty Kleistenburg menyebut terjadi deformalisasi dan humanisasi Istana pada era Gus Dur.

Ketika itu, tidak tampak hubungan patron-klien di Istana. Istana dibiarkan terbuka bagi publik, jauh dari kesan formal dan kaku.

Staf protokol dan Paspampres pun bisa mengobrol dengan santai dan bercanda.

Istana menjadi lebih hidup.

Pada era Megawati, suasana semacam itu sebagian masih dipertahankan.

'Kemunduran' terjadi pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Istana terkesan kembali kaku dan berjarak dengan publik.

Seperti Soeharto, SBY juga berasal dari sosok militer yang teguh memegang aturan protokoler.

Kini, Istana kembali dipegang sosok dari kalangan sipil.

Di bawah kepemimpinan Joko Widodo, publik berharap Istana tidak sekaku dulu.

Selama ini, Jokowi dikenal publik sebagai sosok yang luwes dan dekat dengan rakyat.

Pribadinya yang sederhana dan gerak-geriknya yang spontan kerap menjadi perhatian publik.

Pada tingkatan tertentu, rakyat mudah mengasosiasikan dirinya dengan sosok Jokowi.

Terlebih, sosok fisik Jokowi juga kerap hadir dalam beragam agenda blusukan.

Ini pula salah satu kekuatan yang mampu mengantarkan Jokowi ke kursi RI 1.

Keinginan untuk tetap dekat dengan rakyat kendati terhalang protokoler diwujudkan Jokowi dengan membuat sejumlah tradisi baru.

Salah satunya ialah tradisi pergantian pasukan jaga istana yang kini terbuka bagi masyarakat umum.

Meski bernuansa atraksi wisata, tradisi itu bisa dimaknai sebagai upaya mendekatkan masyarakat dengan Istana.

Begitu pula sebaliknya.

Paspampres perlu mengenal baik tingkah laku publik sehingga bisa mudah menjalankan tugas tanpa menghalangi aktivitas Presiden ketika berinteraksi dengan publik.

Tradisi lainnya ialah penyambutan tamu negara yang dibikin lebih megah.

Namun, eksklusivitasnya berkurang. Masyarakat bisa turut 'mengantarkan' para tamu negara untuk bertemu sang Presiden di Istana Negara.

Dalam dua tradisi baru tersebut, masyarakat memang tidak bisa berinteraksi langsung dengan Jokowi.

Namun, bagi rakyat kebanyakan, berada di dekat orang nomor 1 di Republik ini dirasa lebih dari cukup.

Sedikit demi sedikit, jarak antara Istana dan publik pun mengecil. (Christian Dior/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya