Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PRESIDEN Joko Widodo membuka tradisi baru sebagai kepala negara. Jika presiden terdahulu selalu merayakan Idul Fitri di Jakarta, Jokowi melakukan hal berbeda.
Jokowi memilih merayakan hari kemenangan umat Islam itu bersama dengan masyarakat di daerah.
Selama dua tahun menjadi presiden, Jokowi memilih Aceh dan Padang untuk berlebaran.
Anggota tim Komunikasi Presiden, Sukardi Rinakit, menampik adanya alasan politis di balik kunjungan Presiden ke Aceh dan Padang.
Namun, secara tak langsung, ia mengakui dua daerah itu bukan kantong suara Jokowi ketika Pilpres 2014.
"Bukan politik seperti itu pertimbangannya, lebih karena secara tradisional wilayah itu dikenal Islam. Sebenarnya Lebaran mau ke NTB. Namun, karena akhir Juli ada MTQ di NTB, Idul Fitri di Padang, biar tidak NTB terus-terusan. Kan Natal ke NTT. Tahun ini mungkin Natal di Sumatra Utara atau Sulawesi Utara."
Jika hanya menggunakan pertimbangan politis, menurut Sukardi, Jokowi lebih baik memilih Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan yang menjadi lumbung suara Jokowi.
Selain itu, gaya komunikasi Jokowi sangat sederhana, yakni ingin lebih dekat dengan rakyat, bahkan dekat tanpa sekat.
Itu alasan Jokowi kerap blusukan di daerah dan membagi-bagikan sembako secara langsung.
Secara pribadi, Sukardi yang merupakan Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) ingin Jokowi meninggalkan warisan kepemimpinan yang dikenang masyarakat, bahkan ketika Jokowi tak lagi menjabat sebagai presiden.
Ia menggunakan saluran komunikasi milik pemerintah, yakni RRI dan TVRI, untuk membuat sebuah talk show Sudut Istana.
Program tersebut mengupas cerita-cerita menarik di balik blusukan Jokowi ketika menyapa masyarakat di daerah.
Tujuannya agar masyarakat melihat sosok Jokowi dari sudut pandang berbeda.
"Saya ingin Jokowi diingat masyarakat. Saya ingin ada legacy yang ditinggalkan. Presiden sendiri tidak mikir soal itu," ujar Sukardi.
Sukardi tak ingin, ketika Jokowi tidak lagi menjabat sebagai presiden, ingatan masyarakat tentang Jokowi perlahan meredup.
Ia ingin masyarakat mengingat Jokowi layaknya Soekarno yang dikenal sebagai proklamator, Soeharto yang identik dengan bapak pembangunan, dan Gus Dur yang dikenal karena pluralismenya.
Suasana berbeda
Pada tahun pertamanya sebagai presiden, Jokowi memilih berlebaran di Aceh.
Baik Padang maupun Aceh memiliki pola kesamaan, yakni lumbung suara Prabowo Subianto dan warga kedua wilayah itu identik dengan kehidupan Islam.
Meski Jokowi kalah telak di Padang ketika Pilpres 2014, ternyata itu tidak menyurutkan antusiasme masyarakat.
Ribuan warga Sumatra Barat berbondong-bondong melaksanakan salat Idul Fitri bersama Jokowi.
Soal alasan memilih Padang, Jokowi menjawab Indonesia bukan hanya di Jakarta.
"Indonesia itu dari Sabang sampai Merauke. Mungkin nanti sekali di Jakarta yang lain di daerah-daerah. Baik nanti di Idul Fitri, Idul Adha, dan juga di tahun baru dan Natal. Semuanya di daerah," ujarnya.
Antusiasme warga terlihat dari tikar yang tersedia di halaman masjid yang penuh oleh saf jemaah sebelum pelaksanaan rangkaian salat Idul Fitri yang dimulai pukul 07.45 WIB.
Selain itu, jalanan dan perkantoran yang berada di sekitar masjid dipadati banyak kendaraan, baik mobil maupun motor.
Bahkan, Anggraini, warga Padang, sengaja datang sejak subuh untuk menghindari penumpukan jemaah dan kendaraan.
Jokowi mengatakan, berlebaran menjadi momentum penting untuk bersilaturahmi, baik bersama keluarga, tetangga, maupun masyarakat Indonesia.
Jokowi pun mengapresiasi masyarakat Kota Padang karena keramahtamahan mereka.
"Ya ini pertama kali saya berlebaran di Padang. Saya melihat keramahtamahan masyarakat, melihat antusias dari pemudik yang dari rantau. Semuanya di sini berjalan aman, berjalan dengan baik," katanya.
Pada hari yang sama, Presiden Jokowi membagikan sembako di empat titik di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman, yaitu di Kampung Purus Atas, Kelurahan Pasir Ulak Karang, Nagari Ketaping, dan Nagari Kasang.
Sambutan dan kegembiraan masyarakat selalu terpancar saat mereka menyambut kedatangan Presiden ke Tanah Minang.
Tradisi bagus
Kebijakan Jokowi merupakan sebuah terobosan yang patut diapresiasi.
Sejatinya, hal itu dapat dinilai sebagai bentuk kedekatan antara pemimpin negara dan masyarakat ketimbang asumsi misi politik.
Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, menilai kini kebijakan Presiden berorientasi pada Indonesiasentris dan bukan lagi Jakartasentris.
Ia menjelaskan, dampak politik penerapan kebijakan itu hanya bersifat sekunder atau bonus.
Tujuan utama Presiden yang merupakan simbol negara ialah tidak ingin menggelar kegiatan yang hanya berpusat di Jakarta.
"Jadi, kebijakan itu ada plus minusnya. Intinya, itu salah satu simbol perubahan paradigma pembangunan Indonesia dari pusat ke daerah. Sekarang manifestasinya di mulai dari ujung barat (Indonesia) dulu."
Terkait dengan sejumlah insiden yang menimpa masyarakat, semisal kemacetan saat arus mudik yang membutuhkan perhatian Presiden, menurut Qodari, realisasinya hanya bisa diserahkan kepada menteri terkait.
Kehadiran Presiden di lokasi justru tidak akan menyelesaikan persoalan dan malah menimbulkan kontroversi politik baru.
Pada prinsipnya, masalah kemacetan saat mudik tetap menjadi pekerjaan rumah yang harus dipecahkan.
"Yang perlu dipahami, Presiden mau merayakan Lebaran di Jakarta, Padang, atau di mana pun, kemacetan seperti di Brebes Timur tetap terulang," katanya.
Presiden punya prioritas dengan membuat rencana pembangunan tol. Mengenai indikasi kemacetan yang timbul, hal itu tidak lantas dibebankan kepada Presiden.
"Seharusnya Menteri Perhubungan yang mengantisipasi adanya perubahan kondisi di lapangan. Kalau ingin mudik lancar, ya jangan tanya Presiden, tapi tanya Menhub," pungkasnya. (Kim/Gol/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved