Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pelibatan TNI Cukup melalui Operasi Militer selain Perang

Gol/P-3
22/6/2016 07:45
Pelibatan TNI Cukup melalui Operasi Militer selain Perang
(ANTARA/M AGUNG RAJASA)

REVISI UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus tetap pada model penegakan hukum (criminal justice system) dan bukan model perang yang melibatkan militer aktif. Pelibatan TNI justru akan menimbulkan tindakan eksesif, represif, dan berpotensi melanggar HAM.

Demikian pernyataan sikap bersama sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang berlangsung di kantor Imparsial, Jakarta, kemarin.

Direktur Imparsial Al Araf mengatakan klausul penyertaan TNI dalam penanganan kasus terorisme bertentangan dengan prinsip pengaturan dan tata kelola keamanan dalam pemerintahan demokratik serta tidak sejalan dengan amanat reformasi.

Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme, kata dia, sejatinya sudah diatur Pasal 7 ayat (2) dan (3) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. UU tersebut menjelaskan bahwa penanggulangan terorisme dikategorikan sebagai operasi militer selain perang, dan hanya boleh dilakukan apabila ada keputusan politik negara.

"Artinya, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme tidak perlu lagi diatur dalam RUU antiterorisme. Pemerintah dan DPR keliru jika tetap memaksakan klausul yang tidak tepat itu," terang Al Araf.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keamanan Migrasi dan Perbatasan (PK2PM), Mufti Makarim, menambahkan sejak awal gagasan untuk mengubah UU Terorisme sudah cacat. Seharusnya ada preseden khusus dalam pengubahan UU dan bukan dipercepat dengan menjadikan insiden bom Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari lalu, sebagai dasar kebijakan.

"Kasus Sarinah (Thamrin) seharusnya dijadikan dasar evaluasi kinerja dan bukan dasar membuat UU. TNI yang berada di bawah panglima tertinggi (Presiden) bukanlah aktor penegak hukum. Pelibatan TNI sebagai penegak hukum itu bentuk penyimpangan," terang Mufti.

Pandangan senada disampaikan Deputi Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain. Menurutnya, demokrasi karam apabila militer ikut dalam proses pemberantasan terorisme.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya