Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Dasarkan Revisi PP 99 pada Evaluasi

Cahya Mulyana
29/4/2016 06:40
Dasarkan Revisi PP 99 pada Evaluasi
(ANTARA/Puspa Perwitasari)

Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan harus didasarkan pada evaluasi penggunaannya selama ini. Hal itu penting untuk nantinya PP baru bisa efektif. Hal itu disampaikan Koordinator Reformasi Sistem Peradilan Pidana Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum UI, Anugerah Rizki Akbari, di Jakarta, kemarin.

“PP Nomor 99 itu apa evaluasi­nya apakah menyumbang pada penurunan tindak pidana dan pidana luar biasa atau tidak. Kemudian apa alat ukur efek jera itu seperti banyak tersurat sehingga harusnya setiap kebijakan itu ada evalua­sinya,” terangnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menganggap PP itu menjadi biang kian sesaknya lembaga pemasyarakatan (LP), bahkan dinilai sebagai pemicu kerusuhan di sejumlah LP, terakhir di LP Banceuy, Bandung, Sabtu (23/4). Yasonna menegaskan akan merevisi pengetatan remisi itu, bahkan juga untuk napi koruptor dan terorisme.

Menurut Akbari, jangan sampai kebijakan baru setelah revisi tersebut dilakukan nantinya tidak berdampak. Pasalnya, overkapasitas LP tidak bisa hanya menyalahkan PP tersebut.

Dijelaskannya, permasalahan di LP seperti kelebihan kapasitas dan menyebabkan rendahnya pengawasan merupakan dampak dari sistem peradilan. Menurutnya, membenahi tata kelola LP harus dilakuan dengan tiga langkah secara bersamaan sebab LP merupakan hilir dari proses peradilan sehingga perlu juga dibenahi dari hulunya.

Overkapasitas LP terjadi lebih karena sanksi kumulatif, pidana denda, dan penjara. Itu menyebabkan banyak dampak negatif di LP karena pemenjaraan dilakukan terhadap sanksi pidana dengan semangat penjeraan, bukan pembinaan.


Ego sektoral

Menurut peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Eras­mus Napitupulu, permasalahan LP tidak lepas akibat ego sektoral yang masih tinggi. Padahal, problematika LP tak lepas dari dampak kebijakan dari lembaga terkait seperti penegak hukum dan lembaga peradilan.

Menurutnya, overkapasitas yang menjadi sumber masalah di LP sesuai penelitian pada 2013 sampai 2015 karena penerapan penahanan sebelum masa penuntutan atau persidangan.

Hal lain, kata Erasmus, pengguna narkotika atau korban penyalahgunaan narkotika justru banyak dikenai sanksi kumulatif, hukuman pemenjaraan, dan denda. ”Padahal, korban atau pengguna penyalahgunaan narkoba itu membutuhkan hak sehat dan harus dengan penyembuhan dari ketergantungan. Namun, realitasnya mereka dikenai sanksi pemenjaraan dan itu menyumbang mayoritas penghuni LP,” ungkapnya.

Menurut Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil, pemidanaan denda dan rehabilitasi harusnya bisa menjadi solusi permasalahan LP. Bukan langsung mengambinghitam­kan PP 99.

“Kemudian pemenjaraan (badan) itu alterantif bagi penjahat yang serius dan membahayakan,” terangnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik