PRESIDEN Joko Widodo paham betul bagaimana cara memancing gelak tawa. Ia sepertinya meyakini bila suasana antara komunikator dan komunikan sudah mencair, pesan yang mengangkat tema serius dapat tersampaikan secara efektif.
"Ada kategori kemiskinan yang disebut hampir miskin.Tetapi, sebenarnya itu kemiskinan yang dihaluskan.Jadi, saya minta pakai istilah kemiskinan saja, enggak usah macam-macam.Karena kalau dihaluskan itu, sakitnya di sini," tuturnya seraya menunjuk dada.
Hal itu disampaikan Jokowi saat menutup Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta, kemarin. Para peserta yang semula menyimak dengan seksama penjelasan Jokowi sontak tertawa begitu orang nomor satu di Indonesia tersebut mengucapkan 'sakitnya di sini'.
Acara itu dihadiri Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, dan Gubernur Provinsi DIY Sultan Hamengku Buwono X. Adapun peserta kongres berjumlah sekitar 700 orang dari berbagai komponen umat Islam.
Tidak hanya masalah kemiskinan yang dikupas Jokowi. Kepala negara juga menyinggung perihal hukuman mati dan masalah yang tengah membelit Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri.
Jokowi kukuh menolak pengajuan grasi dari para terpidana kasus narkoba. "Ada 64 grasi yang masuk ke meja saya. Saya tanda tangani semuanya, tetapi (isinya) ditolak," tukas dia.
Menurutnya, alasan menolak grasi bagi terpidana narkoba ialah karena Indonesia saat ini dalam status darurat narkoba. Setiap harinya di Indonesia rata-rata ada sekitar 40-50 orang yang meninggal akibat narkoba.
Jika dihitung, dalam satu tahun, jumlah korban meninggal sia-sia akibat narkoba mencapai 18 ribu orang. "Selain itu, ada sekitar 4,5 juta pecandu narkoba yang harus direhabilitasi dan sekitar 1,5 juta pecandu tidak bisa direhabilitasi," tegasnya.
Ia pun berharap seluruh umat Islam memberikan dukungan atas perang terhadap narkoba yang ia serukan. Salah satu cara yang dilakukannya ialah dengan tidak mengampuni terpidana kasus narkoba.
Jokowi menyebut korupsi sebagai salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia, termasuk polemik kasus KPK-Polri yang sedang dihadapi. Persoalan tersebut, diakuinya, belum bisa diselesaikan hingga sekarang. "Banyak yang belum tahu, (kasus KPK-Polri) bertumpukan masalahnya," tegasnya.(P-5)