Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) langsung telah membuka keran sirkulasi elite.
Berbagai wilayah di Tanah Air kini dipimpin gubernur, bupati, atau wali kota yang mumpuni.
Sebagai contoh, Surabaya dipimpin Wali Kota Tri Rismaharini dan Bandung dipimpin Ridwan Kamil.
Namun, menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017, proses sirkulasi itu amat mungkin akan mengalami hambatan. Partai politik yang seharusnya berfungsi melakukan kaderisasi mulai menunjukkan gelagat untuk bertindak instan.
Alih-alih menyiapkan kader untuk mengalahkan bakal calon petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), partai politik malah sedang kasak-kusuk untuk melakukan bypass--membawa kepala daerah yang telah sukses di daerah masing-masing untuk berkontestasi di Jakarta.
Namun, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Andreas Pareira, membantah jika hal itu lantas diartikan sebagai kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi dan regenerasi di internal partai.
"Ya enggak dong. Jangan terlalu cepat menuding kaderisasi partai gagal. Buktinya dari PDIP, banyak pemimpin baru. Kalau partai lain, saya tidak tahu ya," kata Andreas saat berbincang-bincang dengan Media Indonesia, akhir pekan lalu.
Ia menegaskan kalaupun partai banteng akhirnya membawa kader yang telah sukses di daerah untuk ikut Pilkada DKI Jakarta, itu merupakan hal lumrah karena partai tidak ingin gagal mengusung calon di daerah yang menjadi barometer politik nasional.
"Ini penting. Sebab, kita perlu pemimpin yang memiliki sikap yang tegas dalam membangun Ibu Kota. Kita kan tahu Jakarta barometernya Indonesia. Tentu dengan melewati proses seleksi yang ada," jelas Andreas lagi.
Punya preseden
PDIP memang memiliki preseden itu.
Joko Widodo adalah Wali Kota Solo yang terpilih sebanyak dua periode.
Namun, di periode kedua, ia harus berhenti di tengah jalan karena DPP PDIP mengutusnya untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2012.
Meski belum selesai memimpin Jakarta, Jokowi selaku petugas partai diinstruksikan mengikuti Pemilu Presiden 2014.
Untuk hal itu, Andreas punya pembelaan.
"Seperti Pak Jokowi waktu itu, bagaimana kita melihat situasi, perkembangan, dan konstelasi politik yang ada," kilah dia.
Karena tidak ingin preseden itu terus melekat, Ketua DPP PDIP Bidang Keanggotaan dan Organisasi Djarot Syaiful Hidayat buru-buru memastikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak akan ikut Pilkada DKI 2017.
"Kami berkomitmen bahwa kepercayaan rakyat di setiap daerah harus dihargai. Wong baru terpilih di Surabaya, bagaimana sih. Ini tidak main-main," cetus Djarot.
Nama lain yang santer terdengar bakal diadu dengan Ahok ialah Mochamad Ridwan Kamil.
Kang Emil, demikian sapaan Wali Kota Bandung itu, merupakan kalangan profesional yang pada 2013 dicalonkan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra untuk memimpin 'Kota Kembang'.
Politikus Partai Gerindra Ahmad Riza Patria tidak menampik isu itu.
Namun, ia menegaskan Kang Emil masih belum pasti diusung untuk menjadi Kepala Daerah Jakarta.
"Wacana mendorong Ridwan Kamil belum fixed," jelasnya singkat.
Namun, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto secara gamblang pada perayaan hari ulang tahun partainya menyebutkan salah satu kader Gerindra siap masuk bursa pencalonan di internal Partai Gerindra, yakni Sandiaga Uno.
Tidak mendidik
Pengamat politik senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris mengatakan cara partai politik yang ingin instan menghadapi pilkada membuktikan kaderisasi memang tidak berjalan.
Ia pun menyesalkan hal itu.
"Ada kecenderungan partai politik main comot saja tokoh yang sudah populer. Itu artinya kaderisasi tidak berjalan," ujar Syamsudin kepada Media Indonesia, pekan lalu.
Syamsudin menambahkan tugas partai politik ialah menyiapkan pemimpin, termasuk pemimpin daerah.
Dengan fenomena seperti itu, Syamsudin menyebutkan partai politik hanya ingin main instan.
"Tugas partai politik ialah menyiapkan pemimpin," imbuhnya.
Tanpa ada proses kaderisasi yang berjalan di mesin partai politik, lanjut dia, itu tidak mendidik masyarakat dalam berdemokrasi.
"Ini jadinya tidak mendidik bagi masyarakat. Tidak sehat pula. Tokoh atau figur di daerah tertentu yang dianggap berprestasi justru akan dicap tidak bertanggung jawab dan meninggalkan tugas karena meninggalkan daerahnya," papar dia.
Pengamat politik dari Poltracking, Hanta Yuda, mengatakan partai politik yang mengambil kepala daerah yang sudah jadi dan matang di daerah lain menunjukkan sifat asli, yakni realistis agar bisa memenangi pilkada.
"Partai politik ingin realistis. Misalnya di DKI Jakarta, tidak ada figur yang akan menandingi Ahok selain misalnya Ridwan Kamil atau Risma yang sama baiknya dengan Ahok. Memilih yang terbaik di antara yang baik," tutup Hanta.
Ahok sendiri rencananya akan mendeklarasikan diri sebagai calon gubernur melalui jalur independen pada Mei 2016.
Deklarasi itu dilakukan setelah terkumpul satu juta data KTP milik warga DKI Jakarta. (Cah/Adi/P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved