Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Mafia Anggaran,Praktik Lama,Modus Baru

MI/Indriyani Astuti
15/2/2016 00:00
Mafia Anggaran,Praktik Lama,Modus Baru
(MI/SUSANTO)

SUDAH banyak anggota dewan yang tersandung kasus hukum karena terlibat lingkaran mafia anggaran atau berperan sebagai calo proyek.
Modusnya beragam, misalnya, mengamankan dan meyakinkan alokasi dana dalam jumlah tertentu agar suatu proyek dapat disetujui dalam pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Setelah proyek itu disetujui, mereka memperoleh fee dari pengusaha pemenang proyek. Anggota Banggar, Syaifullah Tamliha, mengatakan pengurusan proyek sebenarnya bukan fungsi dan tugas anggota dewan.

Kewenangan yang dimiliki DPR hanya memberikan persetujuan terhadap program dan rencana anggaran yang diajukan presiden dalam RAPBN. Selanjutnya, DPR selaku wakil rakyat akan mengontrol penggunaan anggaran yang telah disetujui bersama itu. "Banggar DPR dan pemerintah hanya membahas asumsi makro dari anggaran dan menetapkan postur sementara sehingga pembahasan anggaran tidak sampai satuan tiga (kegiatan dan jenis belanja)," jelasnya kepada Media Indonesia, akhir pekan lalu.

Anggota dewan, sambungnya, tidak dapat mengusulkan proyek di luar program pembangunan yang dirancang pemerintah. Namun, ada saja anggota DPR yang mencari celah. Sebelum anggaran disahkan di Banggar, di tingkat komisi, para mafia proyek melakukan lobi dan mengatur pengadaan proyek yang bersumber dari dana APBN. Seperti kasus yang menimpa anggota DPR dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo, yang ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2015.

Ia ditangkap terkait dengan kasus suap proyek pembangkit listrik mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua. "Kongkalikong terjadi di komisi. Biasanya tidak hanya melibatkan anggota dewan dan pengusaha nakal, tapi juga pihak pemerintah, karena komisi membahas proyek bersama lembaga pemerintah atau kementerian yang menjadi mitranya," ungkap politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. Setelah Dewie, anggota dewan lain dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti, juga ditangkap tangan oleh KPK atas kasus suap proyek pembangunan jalan yang ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) di Maluku Utara.

Ia diduga menjanjikan penggarapan proyek kepada pengusaha. Padahal, daerah pemilihan Damayanti bukan Provinsi Maluku, melainkan Jawa Tengah. KPK menyebutkan dana proyek itu berasal dari dana Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal aspirasi. UP2DP atau dana aspirasi itu ditentang sehingga tidak ada dalam pagu anggaran APBN 2016. Ketua DPR Ade Komaruddin mengatakan dana aspirasi mirip dengan pork barrel budget di Amerika Serikat (AS).

Artinya, anggota dewan berhak mengusulkan proyek bagi dapilnya dengan alokasi anggaran tertentu. Dalam menanggapi maraknya suap terhadap anggota dewan, Ade berjanji akan berkoordinasi dengan pemerintah dan menteri keuangan soal mekanisme perencanaan anggaran yang dapat menutup celah permainan proyek. "Saya mau ada sistem yang benar-benar prudent bahwa uang itu sama sekali jangan disentuh anggota dewan. Jadi, mereka tidak bisa bermain-main dengan anggaran negara," tegasnya.

Jadi bancakan
Meski dana P2DP sebesar Rp20 miliar per anggota tiap tahun telah ditolak dan tidak masuk APBN 2016, celah-celah permainan dari para wakil rakyat untuk menjadikan dana negara sebagai bancakan masih saja terjadi. Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, mengungkapkan selama belum adanya transparansi mekanisme penyusunan APBN di DPR, proyek-proyek pembangunan di daerah akan rentan diartikan sebagai peluang korupsi.

"Selama ini kan proses penyusunan APBN yang melibatkan eksekutif dan DPR itu tidak terbangun sistem yang transparan dan akuntabel," jelas Yenny. Akibat tidak adanya sistem penyusunan APBN yang transparan, imbuhnya, praktis tidak ada kontrol melekat terhadap penyusunan anggaran di DPR. Padahal, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara jelas menyebutkan penyusunan atau penggunaan uang negara harus didasari pada prinsip transparansi.

"Tanpa kontrol akan tercipta peluang untuk terjadinya tawar-menawar oleh elite politik di dalamnya yang melibatkan korporasi, eksekutif, dan legislatif," paparnya. Yenny melanjutkan salah satu bentuk transparansi itu bisa berupa penjelasan kapan akan dilakukannya pembahasan antara komisi dengan kementerian terkait untuk program pembangunan yang membutuhkan anggaran. Jika hal itu bisa dilakukan secara terbuka, mekanisme pengawasan dari publik akan terbentuk.

"Saat ini aturannya kan sudah jelas bahwa memang harus transparan, tpai implementasi dari peraturan itu belum terlaksana," tukasnya.
Proses transparansi tidak hanya berhenti pada pembahasan antara komisi dan lembaga atau kementerian terkait, tapi juga harus sampai pada pembahasan di Banggar. Yenni menilai Banggar merupakan kunci untuk melakukan sinergi antara kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan program dan proyek.

Karena itu, peluang bermain dalam program dan proyek melalui Banggar memiliki potensi yang cukup tinggi. "Cukup tinggi dan rawan transaksional karena putusan terakhir sinergitas itu ada di Banggar. Tetap harus ada transparansi agar proyek-proyek pembangunan tidak menjadi aji mumpung antara Banggar, korporasi, dan eksekutif," terangnya.

Bentuk klasik
Sementara itu, mantan komisioner KPK, Indriyanto Seno Adji, mengatakan kasus yang menjerat Dewie Yasin Limpo dan Damayanti Wisnu Putranti merupakan kasus klasik yang dimodifikasi. Keduanya ditangkap KPK lantaran tersandung pemainan anggaran di DPR. "Kasus Dewi maupun Damayanti sebenarnya bentuk klasik yang di-make up. Artinya, saat APBN belum keluar dan proyek masih dalam perencanaan yang belum ada kepastian, sudah ada semacam preagreed bribery. Atas dasar itu, timbullah istilah proyek ijon."

Proyek ijon, jelasnya, ialah penyelenggara negara menerima suap lebih awal dari sebuah proyek yang belum jelas. Yang ikut berperan dalam permainan itu ialah penyelenggara negara dengan kementerian terkait serta pemerintah daerah. Modus ijon sampai saat ini masih tetap berjalan dengan implementasi yang variatif. Untuk diketahui, dana P2DP senilai Rp20 miliar per anggota telah ditolak dalam APBN 2016, tetapi celah-celah bagi para wakil rakyat untuk membiayai proyek melalui dana aspirasi masih tetap ada.

Pasal 80 huruf j UU MD3 tetap memberikan kesempatan bagi anggota dewan untuk mengusulkan dan memperjuangkan program dapil. Tak hanya itu, dalam Pasal 12 ayat 2 UU APBN 2016, alokasi DAK fisik sejumlah Rp5 triliun juga ditetapkan berdasarkan usulan daerah. Frasa 'usulan daerah' itu bisa dijadikan alasan fungsi representasi mereka. Jika dana aspirasi tidak masuk mata anggaran APBN, kata Indriyanto, anggota DPR bisa melakukan hal yang disebut dengan 'penciptaan mata anggaran'.

"Jadi, DPR akan menciptakan mata anggaran, misalnya, pembangunan pasar. Sebelum mata anggaran dibentuk. Modus yang dilakukan ialah pertemuan-pertemuan dengan pihak terkait." Dalam pertemuan, muncul yang disebut dengan proyek ijon. Sementara itu, salah satu peran anggota DPR ialah menjadi perantara dalam proyek tersebut. (Nur/Uta/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya