Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) diyakinkan sejumlah pakar hukum until menolak rencana DPR mengubah Undang-Undang Nomor 30,tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sikap Pimpinan KPK dinilai tepat menolak revisi UU KPK yang dapat melemahkan pemberantasan korupsi.
"Kami tadi datang untuk silaturahmi serta diskusi dengan Pimpinan KPK untuk menyampaikan dukungan soal revisi UU KPK karena KPK merupakan anak kandung dari reformasi yang menjadi tumpuan kita sebagai masyarakat, tumpuan rakyat banyak untuk memberantas korupsi. Pegiat antikorupsi siap mendukung KPK dan mengapresiasi sikap Pimpinan KPK yang menolak revisi UU KPK," terang Todung Mulya Lubis usai menemui Pimpinan KPK, di Gedung KPK, Selasa (9/2).
Pada kesempatan itu Todung didampingi Saldi Isra dan Refly Harun.
Menurutnya, KPK tidak boleh sedikit pun dilemahkan melalui revisi UU KPK. Itu karena indeks persepsi korupsi masih sangat rendah, dan KPK masih belum selesai dalam kasus korupsi kelas kakap yang masih banyak di mana-mana.
"Kami minta juga Presiden Jokowi untuk bersikap tegas menolak revisi UU KPK. Kalau persepsi korupsi kita sudah mencapai 50 ke atas, kita boleh bicara soal revisi UU KPK. Saat ini UU KPK harus tetap dilengkapi dengan kewenangan penyadapan, tidak boleh mengeluarkan SP3, dan boleh angkat penyidik sendiri sesuai kewenangan yang sudah diberikan UU saat ini," katanya.
Menurutnya, apabila kewenangan KPK saat ini dipreteli, digerogoti, maka KPK akan lumpuh dan korupsi akan menang. "Nah kami katakan pd pimpinan KPK, kami sebagai pegiat anti korupsi siap mendukung langkah Pimpinan KPK," tegasnya.
Todung mengharapkan inisiatif dari DPR itu harus ditolak President dalam pembahasan yang akan dilakukan dengan melibatkan pemerintah. Sebab Tidak mungkin pembahasan hanya dilakukan DPR tanpa Presiden.
"Juga tidak boleh DPR sama sekali menggunakan haknya untuk melemahkan KPK," jelasnya.
Saldi Isra pun menegaskan saat ini bukan waktu yang tepat merevisi UU KPK karena sentimen negatif masyarakat. Jadi walaupun DPR mengatakan merevisi itu untuk menguatkan namun tidak ada bukti.
"Misalnya, mereka ingin mendorong SP3, saya kira tidak relevan lagi bicara SP3 karena sudah ada mekanisme praperadilan. Jadi kalau tidak puas terhadap penanganan perkara yang dilakukan KPK bawa saja ke praperadilan," ungkapnya.
Lalu soal dewan pengawas, sambungnya, harus jelas alasannya. " Orang KPK tiap sebentar diawasi DPR kan? Lalu untuk apa lagi dewan pengawas," tegasnya.
Nantinya Presiden setelah menerima rancangan UU KPK dari DPR harus bersikap tegas. "Kalau rancangan yang inisiatif DPR itu melemahkan KPK, maka Presiden harusnya tidak ikut dalam pembahasan," tukasnya.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved