Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Muhammadiyah Gugat Devisa Bebas

Indriyani Astuti
21/4/2015 00:00
Muhammadiyah Gugat Devisa Bebas
(MI/IMMANUEL ANTONIUS)
PENGURUS Pusat (PP) Muhammadiyah mengajukan uji materi (gugatan) terhadap tiga undang-undang (UU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiga UU tersebut ialah UU No 24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar, UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal, serta UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.

Gugatan dari lembaga yang kini dipimpin Din Syamsuddin itu bakal mendapat perhatian luas mengingat sebelumnya Muhammadiyah memenangi dua gugatan, yakni terhadap UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) dan UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

"Ketiga UU itu bertentangan dengan konstitusi dan berpotensi merugikan kepentingan masyarakat sehingga kami terpanggil untuk ajukan uji materi," tegas Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin seusai mendaftarkan uji materi ketiga UU tersebut di Gedung MK, Jakarta, kemarin. Selain PP Muhammadiyah, gugatan itu juga didukung oleh sejumlah elemen masyarakat seperti Serikat Pekerja PLN Koalisi Anti Utang dan sejumlah akademisi.

Menurut Din, kendati gugat-an diajukan secara terpisah, ketiga UU itu masih satu napas. Pasalnya, muatan materi ketiga UU tersebut sama-sama mengancam kesejahteraan masyarakat Indonesia dan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Pengujian UU itu, sambungnya, merupakan upaya lanjut-an dari jihad konstitusi yang dimotori Muhammadiyah. Sebelumnya, MK membatalkan sejumlah pasal UU Migas, dan pembatalan tersebut berkonsekuensi pada pembubaran BP Migas. Selain itu, MK juga membatalkan seluruh pasal dalam UU SDA.

"Kami belum dapat menjelaskan pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji, nanti baru akan disampaikan saat persidangan," jelas Din.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) PP Muhammadiyah Saiful Bahri menilai UU Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar, selain bertentangan dengan konstitusi juga berpotensi merugikan negara karena memberi kebebasan bagi masyarakat untuk memiliki dan menggunakan devisa secara bebas.

Dengan kebebasan itu, ujarnya, setiap orang bisa membeli dan melepaskan devisa kapan pun. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Lalu Lintas Devisa. "Ini membuat ekonomi kita menganut rezim devisa bebas," jelas Syaiful. Ketentuan itu pula yang membuat rupiah gampang terguncang.

Menurut dia, terdapat tujuh pasal dalam UU Lalu Lintas Devisa yang dipermasalahkan dalam uji materi kali ini. Namun, substansinya ialah soal kebebasan untuk memiliki dan menggunakan devisa di Indonesia.

Adapun gugatan terhadap UU Penanaman Modal, antara lain mempersoalkan pasal 12 yang mengatur mengenai bidang usaha yang dapat dibuka bagi masuknya investasi asing.

Negara harus hadir
Alasan serupa, sambung Syaiful, yang melatari gugatan terhadap UU Ketenagalistrikan yang memberi peluang kepada investasi asing. "Intinya, ketiga UU itu dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD yang mensyaratkan negara harus hadir mengatur dalam sektor yang strategis."

Sementara itu, ekonom Ihsanuddin Noorsy mengatakan pengujian UU Lalu Lintas Devisa dan Sistem Mata Uang terjadi karena nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi sejak dilepas ke pasar bebas. "Padahal sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat lebih landai dan stabil," jelasnya. (P-3)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya