Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
ANGGOTA DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan mengatakan banyak yang salah menilai dalam revisi UU KPK. Menurut dia, DPR sebenarnya ingin lembaga antirasuah itu tetap ada, hanya perlu disempurnakan.
"Untuk saat ini sikap politik DPR masih inginkan KPK ada tapi disempurnakan dengan konteks penguatan sistem dan perbaikan. Jadi tidak usah khawatir, KPK nya masih ada, gajinya masih sama. Yang kami minta tolong lebih transparan," kata Arteria dalam acara diskusi di Jakarta, Minggu (13/10).
Baca juga: Revisi UU KPK Bentuk Penyempurnaan dan Penguatan KPK
Hal senada dikatakan mantan Pansus KPK, Eddy Kusuma Wijaya. Menurut dia, DPR tidak pernah ada niat untuk melemahkan KPK. Dikatakan, revisi UU KPK justru ingin memperkuat dan memastikan bahwa KPK dapat menangkap semua koruptor tanpa ada tebang pilih.
"Kita maunya KPK hebat dan kuat. Semua maunya koruptor di Indonesia harus ditangkap, tidak boleh pilih kasih. Sekarang kita ingin revisi supaya KPK kuat, dia bisa menangkap semua koruptor tapi harus diproses sesuai hukum yg berlaku. Tidak boleh barangnya doang disita," katanya.
Pada kesemaptan yang sama, aktivis anti korupsi Madun Hariadi menunjukan sejumlah dokumen yang berisi kasus-kasus yang belum diselesaikan KPK. Padahal kasus tersebut sudah lama.
Sementara itu, Praktisi Hukum, Petrus Bala Pattyona mengkritisi sejumlah hal yang dianggap melemahkan oleh beberapa pihak terkait revisi UU KPK. Salah satu yang paling disoroti yaitu adanya kewenangan penghentian penyidikan atau SP3.
"Topik mengenai SP3 seperti diharamkan. SP3 bukan suatu hal yang haram karena syarat-syarat SP3 sudah dipenuhi karena ada dalam teori hukum pidana," kata Petrus. (Ant/A-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved