Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Pengeluaran Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM untuk Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta disebut tinggal satu langkah. SK Menkumham itu tinggal menunggu tanda tangan sang menteri.
Namun Menkumham Yasonna Laoly dianggap mengabaikan surat tersebut. Padahal surat itu sudah bertengger di meja menteri sejak awal pekan kedua Januari 2016.
"Menurut Dirjen Administrasi Hukum Umum dan Direktur Tata Negara, SK PPP hasil Muktamar Jakarta sudah ada di meja Menkumham. Kalau enggak salah, sekitar tanggal 6 atau 8 Januari. Istilahnya tinggal didisposisi atau diteken menteri," kata Sekjen PPP kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah, kepada Metrotvnews.com, Kamis (28/1).
Dimyati memaklumi penundaan penandatanganan SK tersebut. Ia menilai sang menteri tengah dibayangi nuansa politis yang kental. Sehingga untuk meneken surat tersebut, menteri tak sanggup.
"Tapi saya tidak mau menggugat dia. Karena dia teman saya juga. Sebenarnya SK ini untuk menenangkan kader PPP di akar rumput bahwa kita lah yang legal," ujar Dimyati.
Dimyati menambahkan pihaknya sempat diminta melengkapi sejumlah persyaratan agar SK tersebut diproses di Kemenkumham. Permintaan itu pun sudah dijawab Dimyati dan Kemenkumham disebut sudah memastikan kelengkapan berkas.
"Sekarang tinggal itu saja (tanda tangan menteri). Tapi belum ada kabar lagi. Saya juga tidak tahu kapan SK itu ditandatangani," tukas dia.
Dimyati mengimbau PPP hasil Muktamar Surabaya yang SK-nya sudah dicabut untuk bergabung dengan kubunya. Dimyati berharap kubu pimpinan Romahurmuziy ini tidak lagi melakukan manuver dan seharusnya mematuhi putusan hukum yang sudah ada.
"Kita ini kan sudah jelas diputuskan Mahkamah Agung. Sudah inkracht. Saya minta jangan curang lah," ungkap dia.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan kubu Djan Faridz sebagai kepengurusan DPP PPP yang sah. MA menyebutkannya secara tegas tanpa membutuhkan penafsiran lebih lanjut.
"Menyatakan susunan kepengurusan DPP hasil Muktamar VIII PPP pada tanggal 30 Oktober sampai 2 November 2014 di Jakarta sebagaimana ternyata dalam Akta Pernyataan Ketetapan Muktamar VIII PPP pada tanggal 30 Oktober sampai 2 November 2014 di Jakarta mengenai susunan personalia Pengurus DPP PPP masa bhakti Periode 2014 sampai 2019 Nomor 17 tanggal 7 November 2014 yang dibuat di hadapan H Teddy Anwar SH SpN Notaris di Jakarta merupakan susunan kepengurusan yang sah," kata MA seperti yang dikutip Metrotvnews.com, dalam laman resminya, Kamis (12/11/2015).
Sementara itu, MA menyatakan kepengurusan hasil Muktamar VIII Surabaya pada tanggal 15 sampai 18 Oktober 2014 tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. Hasil muktamar ini dipimpin oleh Romahurmuziy.
MA menyatakan kubu Djan Faridz sah karena merujuk putusan Mahkamah Partai DPP PPP yang telah diputus pada 11 Oktober 2014 dengan Nomor 49/PIP/MP-DPP.PPP/2014. Putusan itu memuat delapan poin. Khusus poin kelima, menjadi alasan kuat MA menegaskan kubu Djan Faridz yang sah.
Berikut bunyi poin kelima tersebut:
"Muktamar VIII PPP harus diselenggarakan oleh DPP PPP yang didahului Rapat Pengurus Harian DPP PPP untuk membentuk kepanitiaan dan menetapkan tempat diselenggarakannya muktamar. Surat undangan dan surat-surat lainnya berkaitan dengan pelaksanaan Muktamar VIII PPP harus ditandatangani oleh Ketua Umum DR H Suryadharma Ali, MSi, dan Sekretaris Jenderal Ir H M Romahurmuziy, MT. Apabila tidak dilaksanakan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah dibacakannya Putusan Mahkamah Partai ini, maka Majelis Syariah mengambil alih tugas dan tanggung jawab Pengurus Harian DPP PPP untuk mengadakan Rapat Pengurus Harian DPP PPP yang akan menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan Muktamar VIII PPP."
Ditambah dengan poin kedua, yang memerintahkan kedua kubu untuk islah. Namun, lagi-lagi islah gagal dilakukan dan Majelis Syariah kembali mengambil alih tugas dan tanggung jawab Pengurus Harian DPP PPP. Dari hasil kerja Majelis Syariah ini, akhirnya menetapkan bahwa Muktamar VIII PPP Jakarta yang sah karena digelar oleh Majelis Syariah dan di bawah koordinasi Ketua Majelis Syariah.
Sementara Muktamar VII PPP yang digelar di Bandung, MA juga menegaskan kepengurusan tersebut tidak lagi mempunyai eksistensi apapun. Sebab, di samping tidak efektif karena terjadi saling pecat-memecat antarkubu, Mahkamah Partai PPP sudah mengubur dalam-dalam eksistensi hasil Muktamar Bandung tersebut.
Permohonan Kasasi ini diajukan oleh tiga pihak. Pemohon Kasasi I adalah Wakil Kamal, Kasasi II Romahurmuziy dan Aunur Rofiq dan Kasasi III Majid Hamzah. MA hanya mengabulkan permohonan yang diajukan pemohon ketiga.
Hakim pemutus perkara ini adalah Djafni Djamal sebagai hakim ketua, Soltoni Mohdally dan I Gusti Agung Sumanatha.
"Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 2 November 2015," tulis MA dalam lamannya.
Dalam putusan sebelumnya, MA hanya memutuskan perintah pencabutan SK kepengurusan yang dimiliki kubu Romahurmuziy. Terkait putusan ini, kedua pihak saling berbeda tafsir terkait muktamar mana yang diuntungkan.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved