Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir mengaku terpaksa menyuap anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti. Pasalnya, dia melakukannya demi mendapatkan proyek pembangunan jalan di Pulau Seram yang digarap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang tengah dibahas di Komisi V.
"Kata klien saya 'Pak kalau kita enggak ikut sistem di sana, aturan main di sana, boro-boro dapat proyek, ditengok pun tidak kamu. Sekarang kamu ngasih aja, ikut sistem, belum tentu kamu dapet. Ada yg lebih tinggi'," kata Haerudin Massaro, pengacara Abdul Khoir di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (26/1).
Namun, Haerudin enggan menegaskan atas inisiatif siapa permainan ini. Apakah Komisi V atau Kementerian PUPR yang nantinya akan menggarap proyek jalan tersebut. "Belum sampai ke situ," jelas dia.
Kendati demikian, dia mengakui bila Abdul lebih dahulu mendekati Kementerian PUPR sebelum Damayanti. Hal itu dilakukan untuk memastikan apa saja proyek yang ada.
"Kalau orang mau nyari proyek ya pasti merapat kan. Paling enggak menanyakan ada di mana saja, berapa aja paketnya. Kan biasanya enggak diumumkan. Dia sudah terbiasa di tempat itu," ungkap Haerudin.
Menurut dia, Abdul hanya mengikuti aturan main untuk mendapatkan proyek. "Kita ibaratkan klien ini calon pembeli mau beli suatu proyek. Ya kita datang ke penjualnya. Ini apa barangnya. Ketika kita datang ke sana, ini harganya segini," jelas dia.
Diketahui, proyek pembangunan jalan ini sejatinya belum dilaksanakan. Haerudin mengakui Abdul menawarkan fulus ke Damayanti agar dapat mengamankan proyek tersebut.
"Sama kalau kita mau cari pekerja, melamar pegawai negeri kan. Kamu bisa masuk dengan bayar ini. Kalau dia yakin, ya akan dilakukan. Kalau mau mancing ikan, ikannya kecil, umpannya kecil. Kalau ikannya gede, umpannya juga harus gede," jelas dia.
Diketahui, kasus suap terkait proyek di Kementerian PUPR terbongkar ketika KPK menangkap Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, serta dua anak buah Damayanti: Dessy A. Edwin serta Julia Prasetyarini. Mereka dicokok pada Rabu 13 Januari 2016.
Politikus PDI-P dari Dapil Jawa Tengah itu disangka telah menerima suap dari Abdul Khoir. Damayanti diperkirakan telah menerima suap hingga ratusan ribu dolar Singapura secara bertahap melalui stafnya Dessy dan Julia.
Uang yang diberikan Abdul Khoir kepada Damayanti itu diduga untuk mengamankan proyek Kementerian PUPR tahun anggaran 2016. Proyek tersebut merupakan proyek pembangunan jalan di Maluku yang digarap Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional IX Kementerian PUPR.
Damayanti, Dessy, dan Julia dijadikan tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Abdul Khoir menjadi tersangka pemberi suap. Dia dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved