Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KEINGINAN Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyaring calon kepala daerah bebas dari mantan koruptor melalui Undang-Undang disambut baik oleh pemerintah. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun mendukung calon kepala daerah yang bersih dan bebas korupsi.
"Setidaknya kalau ada orang yang lebih bersih kenapa mencari orang yang ada masalahnya," tutur Jusuf Kalla saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Selasa (27/8).
Jusuf Kalla juga melihat bahwa untuk aturan UU sendiri memang harus disetujui oleh Pemerintah dan DPR, dan jika disetujui bukan tidak mungkin aturannya berbentuk UU. Selain itu UU pemilu menurut Jusuf Kalla tidak lama lagi akan di evaluasi oleh partai politik
Dalam kesempatan berbeda Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebutkan bahwa usulan tersebut sudah pernah disampaikan kepada Wapres dan disetujui secara prinsip.
Arief pun menjelaskan keinginan agar aturannya berbentuk UU lantaran belajar dari PKPU 2018 untuk pemilu legislatif yang uji materinya dikabulkan hingga akhirnya gugur.
Baca juga : Ini Daftar 270 Daerah Gelar Pilkada 2020
Meski begitu Arief optimisti hal tersebut dapat terwujud, terlebih dengan adanya kasus kepala daerah mantan koruptor yang kembali ditangkap KPK karena korupsi. Meski ia pun mengakui kewenangan UU merupakan kewenangan pemerintah dan DPR.
"Untuk (usulan) yang sekarang kan kita belum pernah rapat resmi untuk membahas ini (dengan DPR), tetapi untuk banyak forum kita diskusi meraka setuju dengan substansi bahwa jangan lagi ada usulan mantan terpidana korupsi untuk maju dalam pilkada," tutur Arief.
Arief menerangkan argumentasi bahwa pemilih tidak akan memilih calon yang memiliki track record tidak baik kini tidak terbukti. Sebab disejumlah tempat meski pernah tersandung korupsi dan ditahan tetap menang pemilu.
Ia pun menilai pelarangan calon kepala daerah mantan koruptor sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo dalam hal mengedepankan pencegahan dalam bidang hukum. Arief juga menyebutkan ada sejumlah ketentuan yang berkaitan dengan keinginan KPU melarang calon koruptor.
"Ini berkaitan juga dengan UU Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih bebas KKN. Terkait juga dengan nawacita serta semangat UU Pemilu Presiden dengan calon presiden yang kena tindak pidana korupsi tidak bisa maju, nah kenapa untuk hal lain tidak dilakukan hal yang sama," tutur Arief.
Arief pun meyakini dengan pilkada 2020 yang sebentar lagi digelar, revisi UU untuk pelarangan koruptor dapat dikerjakan dengan cepat. Menurutnya pengerjaan revisi dari UU tidak memerlukan waktu lama, misalnya saja UU MD3 yang hanya dikerjakan dalam waktu 3 hari.
"Jadi kalau punya semangat selesai dan punya cukup waktu itu bisa," pungkas Arief.
Saat dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai pemilihan pengaturan penyaringan calon kepala daerah dari mantan koruptor di UU Pilkada dengan revisi terbatas sebagai pilihan yang paling tepat.
Menurutnya dengan revisi terbatas UU Pilkada, akan menghindari kontroversi dan ketidakpastian hukum di masyarakat.
Jika hal tersebut diatur di PKPU sebagaimana sebelumnya, menurut Titi akan menimbulkan pertentangan dan kontroversi baru yang bisa mengganggu kerja-kerja KPU dalam menyiapkan tahapan Pilkada 2020.
"Pengaturan dalam UU Pilkada akan mengikat lebih kokoh dan menjamin kepastian hukum serta ketaatan semua partai politik dan peserta pemilihan. Ketimbang diatur dalam PKPU yang pasti akan rentan menimbulkan gugatan," tutur Titi kepada Media Indonesia.
Baca juga : Anggaran Pilkada Selesai Desember
Lebih lanjut ia juga meyakini bahwa pengerjaan revisi terbatas UU Pilkada tidak akan memakan waktu lama selama DPR dan pemerintah memiliki komitmen integritas pilkada.
Titi menilai masih ada cukup waktu untuk melakukan revisi terbatas UU pilkada sejalan dengan persiapan Pilkada 2020.
Titi menyebut sebelumnya DPR memiliki kemampuan dan catatan waktu singkat untuk merevisi UU Pilkada. Ia pun mencontohkan UU Pilkada No. 1 Tahun 2015 diubah jadi UU 8/2015 hanya dalam tempo waktu sekitar satu bulan saja.
Sebelumnya KPU pernah membuat aturan yang melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif yang dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.
Aturan PKPU tersebut kemudian digugurkan oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) melalui Judicial Review oleh pihak yang merasa dirugikan oleh aturan tersebut. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved