Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
DINAMIKA perkembangan lingkungan strategis global dan regional dewasa ini mengisyaratkan adanya tantangan besar terhadap pertahanan negara. Tantangan yang bersifat fisik dan nonfisik itu mengarah pada potensi ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan NKRI, dan keselamatan bangsa.
Penyataan itu disampaikan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat membuka Simposium Ancaman Perang Mindset pada Era Keterbukaan Informasi, di Gedung AH Nasution, Kompleks Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (8/5).
Baca juga: Pengacara: Bachtiar Nasir Minta Pemanggilan Ditunda Usai Ramadan
Menurut dia, NKRI sedang menghadapi 3 dimensi ancaman, yaitu ancaman belum nyata, seperti perang terbuka antarnegara. Kedua, ancaman nyata yang meliputi terorisme dan radikalisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, serta peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
Sementara ancaman terakhir, sambung dia, ialah ancaman nonfisik atau mindset. "Ancaman mindset ini bersifat masif, sistematis, dan terstruktur. Itu terus memengaruhi dan merusak pemikiran maupun jati diri bangsa Indonesia melalui pengaruh ideologi-ideologi asing yang tidak sesuai budaya kita," ujarnya.
Menurut dia, saat ini bangsa Indonesia tengah menghadapi ancaman ideologi yang terang-terangan memaksakan kehendak untuk mengubah Pancasila, seperti paham khilafah yang beredar di masyarakat.
Serangan mindset atau perang modern itu akan terus memengaruhi hati dan pikiran rakyat. Tujuannya ialah membelokan pemahaman publik terhadap ideologi negara. Metoda operasional perang tersebut dilakukan melalui infiltrasi ke dalam dimensi intelijen, militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosial, budaya, dan agama.
"Setelah infiltrasi berhasil, dilanjutkan dengan mengeksploitasi dan melemahkan central of gravity kekuatan suatu negara melalui politik adu domba untuk timbulkan kekacauan, konflik horizontal (Sara), dan separatisme yang dimulai dengan eskalasi pemberontakan," kata dia.
Muara akhir perang modern yang bernuansa materialisme itu ialah menguasai lembagai sumber perekonomian, termasuk penguasaan dan kontrol terhadap sistem tata kelola dan aturan hukum (rule of law) negara.
Guna menghadapi ancaman terhadap ideologi Pancasila, imbuh dia, diperlukan adanya suatu konsep penanaman wawasan kebangsaan yang kuat dan final kepada seluruh rakyat Indonesia. Langkah itu dilakukan agar tidak mudah dipengaruhi dan terprovokasi oleh pemikiran-pemikiran bersifat materialis yang hendak menghancurkan Pancasila.
Baca juga: Komisi III: Tim Hukum Nasional Jangan Diartikan Otoriter
Ryamizard mengajak semua pihak untuk mengedepankan aktualisasi dan pemurnian implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai basis kekuatan ideologi bangsa dan negara. Ideologi Pancasila diakuinya merupakan ideologi yang berbasiskan filsafat idealisme.
"Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi idealisme tidak akan pernah berubah sejak dulu, sekarang dan yang akan datang. Idealisme adalah sifat batiniah dan materialisme adalah sifat lahiriah. Dalam persaingan antara batin dan lahir, yakinlah pihak batin akan selalu menang," tandasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved