Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Delegitimasi Pemilu Sistematis

Putra Ananda
08/3/2019 09:05
Delegitimasi Pemilu Sistematis
(MI/ROMMY PUJIANTO)

Menjelang pelaksanaan Pe-milu Serentak 17 April 2019, ada upaya sistematis untuk mendelegitimasi pemilu dengan menyebarkan hoaks kepada Komisi Pemilihan Umum.

"Sekarang KPU diteror dengan hoaks. Se-pertinya ada upaya sistematis untuk mendelegitimasi pemilu melalui opini agar publik tidak memercayai KPU dan hasil kerja KPU, khususnya pemilihan presiden," kata Ketua Bapilu Partai NasDem Effendy Choirie di Jakarta, kemarin.

Belakangan ini KPU disudutkan dengan berita hoaks seperti beredarnya video yang menyebutkan ada surat suara sudah terco-blos di Sumut. Sebelumnya, ada pula isu yang menyebutkan ada surat suara tujuh kontainer dari Tiongkok tiba di Tanjung Priok, Jakarta dan sudah tercoblos untuk nomor 01.

Selain itu, digoreng pula isu KTP-E untuk orang asing, seolah-olah KPU membolehkan pemberian KTP-E untuk orang asing. Padahal, KTP-E untuk orang asing merupakan perintah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.

Pasal 63 UU tersebut menyatakan penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dan telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-E.

"Jadi, apa yang salah kalau orang asing punya KTP-E. Inilah kalau elite pikirannya hanya memutarbalikkan fakta. Tidak membaca undang-undang, tetapi sekadar bunyi," kata pria yang akrab disapa Gus Choi itu.

Baca juga: Penyelenggara Pemilu Diserang Secara Sistematis dan Terencana

Namun, kata dia, orang asing pemegang KTP-E tentunya tidak mempunyai hak pilih di Indonesia. Dengan demikian, orang asing pemegang KTP-E juga tidak boleh terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT).

Selain sejumlah berita hoaks di atas, imbuh Gus Choi, KPU juga terus diserang seolah tidak netral ketika membolehkan aparatur sipil negara (ASN) menyosialisasikan program pemerintah.

Menurutnya, netralitas ASN dilihat di tempat pemungutan suara, ketika menggunakan hak pilih, bukan di ruang kerja. Di ruang kerja, seorang ASN adalah abdi negara, abdi masyarakat yang melaksanakan program pemerintah yang dikepalai presiden. "Jadi, di ruang kerja ASN adalah anak buah presiden," jelasnya.

Lebih jauh, kata dia, penyebaran hoaks yang diarahkan ke KPU bukan tidak mungkin merupakan skenario besar dan sistematis untuk menggerus kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu sehingga terjadi delegitimasi hasil pemilu.

Dikhawatirkan, dalam dua bulan ke depan isu-isu akan muncul lagi lebih marak, termasuk di daerah-daerah menyangkut KPU setempat. Tujuannya untuk menimbulkan kesan KPU secara keseluruhan bermasalah.

"Kecurigaan ini beralasan. Sekarang KPU dibidik. Apalagi ada tekanan ke KPU Pusat agar melakukan audit IT. Jika tidak bersih, Prabowo akan mundur. Kelihatan sekali ada agenda setting, entah oleh siapa," ucapnya.

Empat langkah

Ada empat langkah untuk mewujudkan pemilihan umum yang demokratis, jujur, dan adil sehingga tidak terjadi delegitimasi terhadap pemilu, kata Direktur Eksekutif Indonesia Public Institut (IPI) Karyono Wibowo.

Dia menyebutkan langkah pertama penyelenggara pemilu yang berintegritas, profesional, dan independen. Kedua, sikap kedewasaan peserta pemilu untuk melaksanakan, memelihara, dan merawat nilai-nilai demokrasi. Ketiga, perlu ketaatan hukum dan mematuhi peraturan perundangan. Keempat, penegakan hukum terhadap semua pelanggaran pemilu secara adil. (Ant/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya