KOORDINATOR Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, memandang upaya atau skenario pelemahan KPK berlangsung masif.
Indikasi itu, kata dia, terlihat dari dua hal paling utama yaitu kerasnya keinginan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan proses pemilihan ketua lembaga ad hoc itu di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"DPR (besar kemungkinan) akan memilih capim (calon pimpinan) KPK yang menyetujui revisi undang-undang KPK," ungkap Emerson kepada Media Indonesia, Selasa (15/12).
"Itu yang paling mengerikan. Kalau itu terjadi, ya, pelemahan KPK sudah, secara otomatis," tambahnya.
Ia menggarisbawahi jika upaya-upaya mengamputasi 'kekuatan' KPK berjalan sesuai dengan yang dinginkan oleh pihak-pihak yang 'anti-KPK' , maka lembaga yang selama ini berkinerja moncer itu bukan lagi Komisi Pemberantasan Korupsi melainkan Komisi Pencegahan Korupsi.
Menurutnya sejauh ini ada empat hal utama yang diusulkan dalam revisi undang-undang KPK. Namun Emerson memiliki berkeyakinan DPR akan melangkah keluar atau melampaui keempat hal tersebut. "Soalnya sudah ada pernyataan soal itu gitu, loh."
Seperti diberitakan, beberapa poin yang mendapat sorotan lembaga advokasi korupsi, termasuk ICW, adalah mengenai rencana dihapuskannya wewenang KPK dalam hal penuntutan (pasal 53) serta limitasi perkara yang dapat ditangani KPK yaitu kerugian negara minimal Rp50 miliar.
Pasal lainnya yaitu menyangkut kewenangan penyadapan KPK yang harus dilakukan melalui izin pengadilan. KPK juga diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum dan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Revisi UU KPK awalnya disepakati masuk dalam prolegnas prioritas 2015 sebagai inisiatif pemerintah pada 23 Juni. Namun, pada 6 Oktober, 45 anggota DPR mengusulkan untuk mengambil alih inisiatif penyusunan RUU KPK. (Q-1)