Final, Oesman Sapta tidak Masuk DCT

Nurjiyanto
23/12/2018 11:45
Final, Oesman Sapta tidak Masuk DCT
(MI/PIUS ERLANGGA)

KPU belum juga mendapatkan surat balasan terkait dengan persyarat-an pengunduran diri Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai pengurus Partai Hanura agar bisa masuk ke daftar calon tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pemilu 2019.

Komisioner KPU Ilham Saputra membenarkan hingga tenggat yang diberikan, yakni 21 Desember, OSO belum melengkapi persyaratan tersebut. Dengan demikian, OSO otomatis tetap tidak masuk DCT DPD untuk Pemilu 2019. Pasalnya, mulai 24 Desember KPU akan mulai melakukan validasi terkait dengan surat suara.

"Ya otomatis tidak ada perubahan SK. OSO tetap tidak masuk DCT," ujar Ilham.
Sebagai informasi, polemik pencalonan OSO dimulai saat adanya putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada 23 Juli. Dalam putusan tersebut, MK memandang pengurus partai masuk ke frasa 'lainnya menjadi caleg'.

Dalam amar putusannya, MK memutuskan frasa 'pekerjaan lain' dalam Pasal 182 huruf  l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik.

Dalam pertimbangannya MK berpendapat bakal calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus partai politik terkena dampak oleh putusan tersebut. Maka, KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD. Namun, itu sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri.

Adanya putusan tersebutlah yang melatarbelakangi adanya aturan dalam Peraturan KPU No 26 Tahun 2018 yang memuat larang-an pengurus partai politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Tak terima dengan adanya hal tersebut, pihak OSO melaporkan KPU ke Bawaslu mengenai dugaan pelanggaran administrasi. Dalam sidang tersebut, Bawaslu memutuskan menolak permohonan OSO.

Dalam pertimbangan putusan, Bawaslu mengatakan putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada 23 Juli lalu tidak berlaku surut dan pada saat diputuskan belum dalam tahapan penetapan DCT. Oleh karena itu, syarat bacaleg DPD masih dapat berubah mengikuti peraturan hukum yang ada.

Namun, OSO kembali menempuh jalur hukum lain. Kali ini OSO mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Agung.  Dalam putusannya MA menyatakan ketentuan Pasal 60A Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 5 huruf d dan Pasal 6 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Tak hanya ke MA, OSO pun menggunakan jalur PTUN. Hasil putusan majelis hakim PTUN mengabulkan gugatan itu dan membatalkan surat keputusan KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD.

Dilaporkan
Kekisruhan itu membuat Partai Hanura melaporkan Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU Hasyim Asy'ari karena tidak memasukkan nama OSO ke DCT. Hasyim dan Arief dilaporkan karena dinilai melakukan pelanggaran pidana.

"Melaporkan Saudara Hasyim Asy'ari dan Arief Budiman dari KPU terkait dengan keputusan PTUN yang tidak ditaati keduanya. Oleh karena itu, kita melaporkan keduanya yang telah melakukan pelanggaran pidana," kata Ketua DPD Hanura DKI Jakarta Muhammad Sangaji, Kamis (20/12). (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya