Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KPK terus mengembangkan kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Kali ini Kepala Satuan Komunikasi Corporate PT PLN (persero) I Made Suprateka dipanggil untuk mendalami peran mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Belum dijelaskan detail kaitan Made Suprateka dalam kasus ini. Diduga, pemeriksaan ini untuk menelusuri keterlibatan pihak lain, khususnya Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Dalam persidangan suap PLTU Riau-I beberapa waktu lalu, terdakwa pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, mengungkap adanya pertemuan dengan Sofyan Basir. Pertemuan untuk meloloskan perusahaan Kotjo sebagai konsorsium penggarap proyek.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan sebelumnya Idrus membantah telah menerima S$50 ribu untuk keperluan umrah dari Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blakgold Natural Resources Limited.
Pada persidangan Kotjo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/11), Kotjo menyampaikan uang S$50 ribu untuk keperluan Idrus umrah itu disampaikan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih melalui pesan singkat kepada dirinya.
KPK pun telah melimpahkan Eni dari tahap penyidikan ke tahap penuntutan atau tahap dua sehingga dalam waktu dekat akan dilakukan persidangan untuk Eni.
KPK dalam perkara ini menduga Idrus Marham mendapat bagian yang sama besar dari Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebesar US$1,5 juta yang dijanjikan Johanes Budisutrisno Kotjo bila perjanjian atau purchase power agreement proyek PLTU Riau 1 dimenangi Johannes Kotjo.
Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait dengan penerimaan uang dari Eni dari Johanes, yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar, sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan kasus itu, yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5% dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya, Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar. Pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta.
Jalani sidang
Khusus untuk Eni, KPK telah menerima penetapan jadwal sidang yang akan dilakukan pada Kamis (29/11) di Pengadilan Tipikor.
”Akan dibacakan dakwaan terhadap tersangka yang meliputi peran-perannya dalam mendorong proyek PLTU Riau-1 dan dugaan penerimaan uang terkait dengan hal tersebut,” ungkap Febri.
Politikus Golkar itu juga mengakui ada pertemuan antara dirinya dan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (persero) Supangkat Iwan Santoso, dan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati saat masih menjabat sebagai direktur pengadaan strategis 1 PLN pada 2016. (P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved