Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menyesalkan belum ada aturan mengenai larangan bagi anggota yang masih menjalankan bisnis.
Menurut Fahri aturan dalam Undang-Undang Nomor 17/2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3) hanya mengatur larangan bahwa bendahara partai tidak boleh berada di Badan Anggaran DPR RI. Namun masih belum ada aturan dalam UU yang melarang anggota dewan rangkap jabatan di suatu perseroan.
Pada UU MD3 pasal 236 yang memuat larangan dan sanksi. Anggota dewan tidak boleh rangkap jabatan menjadi pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang dananya besumber dari APBN. Sehingga mereka dapat menjadi direksi, komisaris, ataupun pemegang saham.
" Sanksi dan aturan belum ada dalam UU. Saya setuju kalau dibuat," ujarnya di Kompleks DPR RI, Jakarta, hari ini.
Diakuinya, ada kekhawatiran timbulnya praktik bisnis ataupun konflik kepentingan jika terdapat anggota dewang rangkap jabatan atau menduduki jabatan tertentu di suatu perusahan.
" Kalau belajar dari sistem di Amerika dia dipisahkan dari asetnya begitu dia jadi anggota DPR," terangnya.
Tidak adanya peraturan baik di tingkat UU ataupun tata tertib anggota dewan mengenai hal itu, membuat sejumlah anggota dewan masih menjalankan bisnis.
" Pertanyaannya siapa yg mengola, masa udah punya usaha perusahaannya dimatiin kalau dia jadi anggota DPR? tetap harus ada mekanisme soal ini," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Dirinya mengimbau para Lembaga Syadaya Masyarakat yang perduli dengan parlemen melakukan studi komprehensif sebagai bahan masukan bagi DPR untuk membuat aturan lebih lanjut.
" Makanya LSM buat studi yang serius ajukan ke saya. saya tunggu," pungkas dia. (Q-1)