Banyaknya perkara korupsi yang dilimpahkan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) membuat hakim pengadilan tipikor kewalahan menangani kasus korupsi yang terus masuk perkaranya.
Hal ini disebabkan kurangnya hakim khsusunya hakim adhoc di pengadilan Tipikor, Jakarta. Kekurangan hakim itu diutarakan oleh Humas Pengadilan Tipikor yang juga menjadi salah satu hakim, Sutio Jumagi Akhirno, saat ditemui, Senin (5/10).
"Sekarang pengadilan tipikor mengalami suatu kendala dengan berkurangnya hakim adhoc yang semulanya 8, 3 sudah tidak diperpanjang, sekarang tinggal 5. Ada penambahan tapi belum datang. Sementara perkara yang masuk terus dilimpahakan ke kita yang bahkan dalam satu hari sidang, ada 21 perkara," ujar Sutio.
Sutio mengatakan kekurangan hakim menyebabkan proses persidangan berjalan lamban. "Nanti di sidang perkara Suryadharma Ali, misalnya, hakim adhoc itu satu naik haji, yang satu sekarang sakit. Sekarang tinggal 3. Makanya perkara yang sekarang banyak menjadi tertunda," paparnya.
Sutio mengatakan ada beberapa alasan hakim adhoc tipikor mengundurkan diri dan ada beberapa di antaranya tidak diperpanjang. "Pak Made Hendra memang mengundurkan diri, kemudian Pak Hendra Yosfin dan Pak Slamet Subagyo. Yang satu mengundurkan diri sejak lama, yang dua mungkin pertimbagan sendiri, kayak Pak Slamet Subagyo sudah cukup tua umurnya. Yang satu lagi gak tahu, mungkin pertimbangan atasan kita," kata Sutio.
Ditambahkan, jika Alexander Marwata, hakim adhoc Tipikor lolos sebagai pimpinan KPK maka semakin kekurangan hakim.
Sutio pun mengeluhkan tidak adanya tunjangan bagi hakim tipikor, yang dulu sempat ada. "Di tipikor ini udah gak ada tunjangan lagi, minimal ada uang transport lah, sekarang tidak ada. Jadi sekarang kita sama dengan hakim kebanyakan lainnya.
"Ya pasti ada dampaknya. Tapi kalau mempengaruhi kinerja, tidak. Ada (dampaknya), dalam arti kok dihapuskan uang tunjangan itu. Tapi kan kalau kita kerja sudah tuntutan," kata Sutio.
Tunjangan hakim adhoc tersebut dihapus sejak tunjangan hakim naik.
"Sejak itu transportasi kita masih ada. Sekarang juga yang itu jumlahnya Rp5 juta sekian, itu sudah nggak ada. Tapi itu nggak mempengaruhi. Itu sudah ada di DIPA, tapi DIPA 2015 sudah tidak ada lagi. Sudah setahun ini (nggak ada), terakhir 2014 Desember," papar Sutio.
Sebagai bagian dari Pengadilan Tipikor, Sutio berharap agar ada penambahan hakim agar proses persidangan berjalan dengan hakim yang lengkap. "Jadi sangat diharapkan sekali, agar hakim adhoc itu ditambah. Ya paling sedikit 10-12. Belum lagi ruangan. Tapi nanti mudah-mudahan kalau sudah pindah ke kantor baru di Bungur, Kemayoran, mungkin lebih bisa lebih lancar lagi," pungkasnya.(Q-1)