Soal Dana Parpol, Perlu Tata Ulang Paket UU Politik
Nur Aivanni
29/9/2015 00:00
( ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan Indonesia perlu menata ulang paket UU Politik termasuk merumuskan dana partai politik. Hal itu diutarakannya saat menanggapi usulan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait pendanaan parpol oleh pemerintah sebesar 0,0125 persen dari APBN untuk kepengurusan DPP Pusat.
"Secara prinsip kita setuju negara mendanai parpol. Tapi, kita tak boleh membuat kebijakan yang sifatnya sangat parsial sekadar memberikan dana dengan jumlah seperti yang diusulkan ICW. Indonesia perlu menata ulang paket UU Politik termasuk merumuskan dana parpol," terangnya saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (29/9).
Ia menambahkan pengaturan partai, pemilu/pilkada dan sistem perwakilan (DPR, DPD, DPRD) pun harus ditata menjadi satu kesatuan yang utuh (kontinum). Itu diperlukan, sambung dia, agar antara parpol, pemilu, dan sistem perwakilan terjalin dengan baik, bersinergi dan menghasilkan demokrasi yang lebih berkualitas, sehat dan beradab.
Terkait efektivitas fungsi parpol dengan penambahan dana parpol tersebut, Siti menyampaikan korelasi antara pendanaan partai dengan peningkatan kualitas partai akan terjadi kalau diikuti oleh penegakan hukum.
"Logikanya beban keuangan partai akan terkurangi ketika negara memberikan secara memadai partai. Tapi, syarat mutlaknya dana yang diberikan ke partai harus bisa dipertanggungjawabkan secara transparan," paparnya.
Jadi, tidak sesederhana itu, kata Siti, pemberian dana ke partai akan membuat semuanya jadi beres.
"Yang diperlukan adalah penataan sistem kepartaian yang berujung pada reformasi partai secara konkrit," terangnya.
Secara terpisah Sekjen PPP versi Muktamar Surabaya Aunur Rofiq mendukung rencana penambahan dana parpol tersebut. Ia menambahkan itu akan efektif jika pemerintah menempatkan kuasa pengguna anggaran di masing-masing parpol. Kendati demikian, jika ada penyimpangan, maka harus ada tindakan hukuman yang berat.
"Dana parpol ini dilakukan untuk pendidikan politik kader maupun simpatisan dan masyarakat pada umumnya, geografis Indonesia yang begitu luas maka memerlukan ongkos yang tidak sedikit," terang dia.
Ia pun mendukung dengan penambahan dana parpol, parpol pun harus siap untuk transparan terkait pengelolaan keuangannya.
"Harus (transparan), itu merupakan langkah berbenah dalam tatakelola keuangan partai. Namun demikian tentu harus ada pendukung UU yang terkait," ujarnya.
Ia mengaku saat ini dana parpol yang diberikan pemerintah sangat kurang memadai. Ia menyampaikan satu suara diberikan bantuan Rp108 rupiah. Ia mencontohkan jika parpol mendapat suara 10 juta, maka dalam setahun parpol hanya dapat dana sebesar Rp1 miliar lebih. "Untuk setahun tidak cukup," ungkapnya.
Adapun pengeluaran parpol, antara lain gaji staf, biaya air dan listrik serta hal lainnya. Untuk diketahui, sumber dana parpol PPP berasal dari sumbangan anggota, pengurus dan pihak lain.
Sementara itu, Sekjen PAN Eddy Soeparno pun mengatakan hal yang senada. "Prinsipnya setuju dan perlu, karena sumber-sumber pendanaan parpol saat ini, selain terbatas cenderung berfokus pada upaya untuk menambah jumlah pemilih," ujarnya.
Ia menambahkan dana yang dialokasikan untuk "pendidikan politik" bagi kader partai, relatif minim. Sumber dana parpol, kata dia, berasal dari sumbangan kader dan simpatisan.
Menurutnya, adanya usulan tambahan dana parpol akan tepat guna jika pemanfaatannya jelas, proses dan adminsitrasi pengajuannya terinci dan ada proses pelaporan (akuntabilitas pemanfaatan dana tersebut).
"Sehingga manfaat yang diperoleh parpol melalui tambahan dana tersebut dapat dipantau secara transparan oleh publik," ujarnya.
Ia menyampaikan terkait teknis dan mekanisme pelaporan dana parpol nantinya harus dalam format yang baku, sehingga parpol yang menyerahkan laporan penggunaan dana sebagaimana disyaratkan telah memenuhi prinsip akuntabilitas dan kewajiban pelaporannya. (Q-1)