Anggaran Pilkada, Mendagri Perintahkan Daerah Patuhi NPHD
Hutomo Saputra
29/9/2015 00:00
(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memerintahkan pemerintah daerah untuk mematuhi kesepakatan yang telah disetujui antara pemerintah daerah dengan KPUD/Bawaslu daerah dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk pembiayaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah 9 Desember mendatang.
Tjahjo menyebut pemda tidak bisa seenaknya menyunat anggaran baik untuk KPUD dan Panwaslu secara sepihak. Hal itu ia sampaikan menanggapi kabar pemangkasan anggaran pilkada di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Provinsi Bengkulu dan Musi Rawas Utara (Muratara) di Sumatra Selatan.
"Tidak bisa itu (asal memangkas anggaran). Seperti Bengkulu kan baru merencanakan, begitu KPUD dan panwas lapor ke Kemendagri, langsung kita undang ketemu tim akhirnya clear tidak ada masalah, toh nanti kan persetujuan perubahan APBD harus dari kami," ujar Tjahjo di Jakarta, Selasa (29/9).
Sebelumnya KPU menyebut Kabupaten Bangli dipotong anggaran honor petugas, di Kabupaten Muratara, berdasarkan (NPHD) dana yang disetujui sebesar Rp25 Miliar namun dipotong oleh DPRD menjadi Rp16 Miliar karena alasan efektifitas dan efisiensi anggaran. Sementara untuk pilkada Provinsi Bengkulu dikabarkan dipangkas oleh DPRD setempat sebesar Rp27 miliar dari perjanjian awal Rp67,9 Miliar menjadi Rp40,9 Miliar yang tertuang dalam draf APBD perubahan.
Untuk itu, ia meminta pemda untuk mengembalikan anggaran pilkada bagi KPUD/Panwaslu ke perjanjian awal yang telah tertuang dalam NPHD. Justru, kata dia, pemda harus membantu KPUD dengan tambahan anggaran jika memungkinkan ataupun dapat meminta tambahan anggaran ke Provinsi bagi Kabupaten/Kota, atau ke Kemendagri bagi Provinsi jika merasa kas APBD kurang.
"Tidak boleh berubah (dari perjanjian NPHD), malah kalau memungkikan harus ditambah. mungkin bisa pinjem uang dari provinsi atau pinjam pusat. Daerah yang defisit saja seperti Kabupaten Lingga bisa dibantu Provinsi," tegasnya.
Seharusnya, Tjahjo menambahkan, pemda dalam melakukan perubahan APBD dan memangkas anggaran pilkada harus berkomunikasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri. Hal tersebut penting karena Kemendagri akan melakukan koreksi terlebih dahulu jika pemda hendak memangkas anggaran tertentu. Selain itu, Kemendagri selaku pihak yang memiliki hajatan dengan memfasilitasi KPUD dan Bawaslu/Panwaslu juga turut bertanggung jawab apabila penyelenggaraan pilkada terhambat karena dukungan pemda dari segi anggaran tidak mencukupi.
"Koreksinya kan kemendagri sebagai penanggung jawab daerah yang terkait pilkada serentak," tandasnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengapresiasi sikap Mendagri yang mendukung anggaran pilkada tetap sesuai NPHD. Dengan adanya sikap tegas tersebut langkah selanjutnya Kemendagri harus memastikan daerah untuk mematuhi, jika tetap memangkas anggaran, daerah yang bersangkutan harus diberikan sanksi tegas.
"Ini momentum bagi Kemendagri untuk menggunakan wewenangnya sebagai pembina politik dalam negeri," tukasnya.
Meski sudah ada sikap tegas, namun demi kepastian tidak terganggunya tahapan pilkada, Titi meminta Kemendagri untuk tetap memanggil KPUD, Bawaslu/Panwaslu, serta Pemda dan DPRD di tiga daerah yang melakukan pemangkasan agar perintah Kemendagri benar-benar dilaksanakan daerah, selain itu juga sebagai sarana untuk mendengar keluhan dari Pemda dan KPUD. Pasalnya, pemangkasan anggaran dapat menjadi preseden bagi daerah lain untuk mengikuti cara serupa.
"Perlu duduk bersama, bukan hanya untuk memastikan anggaran tidak dipangkas tapi juga untuk memastikan pencairan anggarannya lancar," pungkasnya. (Q-1)