Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

KPU akan Minta Pendapat Hukum MK

(Ins/Mtvn/P-2)
02/11/2018 06:35
KPU akan Minta Pendapat Hukum MK
(MI/MOHAMAD IRFAN)

KOMISI Pemilihan Umum meyayangkan sikap Mahkamah Agung yang tidak segera mengirimkan salinan putusan atas gugatan terhadap PKPU No 26/2018 yang diajukan Oesman Sapta Odang (OSO). Dalam putusan itu MA memenangkan gugatan uji materi terhadap PKPU yang mengatur pencalonan anggota DPD.

“Ini yang kami sayangkan dari sikap MA. Pihak MA menyampaikan informasi soal putusan, tetapi bukan dengan menyampaikan salinan putus-annya, tetapi dengan memberikan informasi yang terkesan simpang siur,” keluh Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Gedung KPU, Jakarta, kemarin.

Ia mengatakan itu bukan kali pertama MA memperlakukan KPU. Sikap serupa pernah dilakukan MA ketika mengabulkan gugatan uji materi PKPU 20/ 2018 yang melarang eks napi korupsi menjadi caleg.

Saat itu, ucap Pramono, MA menyampaikan putusan melalui konferensi pers. Salinan ­putusan baru diterima KPU beberapa hari kemudian. “Itu tentu menurut kami suatu hal yang tidak patut dilakukan sebuah lembaga negara yang seharusnya melakukan dengan benar,” tuturnya.

Dia menyatakan KPU sudah mengirimkan surat ke MA meminta segera mengirimkan salinan putusan itu. KPU membutuhkan salinan tersebut untuk dipelajari. “Mudah-mudahan MA segera mau mengirimkan salinan putusan itu sehingga kami bisa segera mempelajari dan menindaklanjuti,” tuturnya.

Putusan MA dianggap membingungkan karena berbenturan dengan ­putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018. Putusan MK melarang pengurus dan fungsionaris parpol mencalonkan diri sebagai anggota DPD. “Ini kan ada dua putusan hukum yang berbeda atas satu persoalan yang sama.

Maka ini harus kami gali pendapat berbagai pihak. Termasuk juga meminta masukan dari MK maupun beberapa ahli hukum tata negara, bagaimana menghadapi ini,” bebernya.

PKPU Nomor 26 Tahun 2018 melarang pengurus parpol menjadi calon anggota DPD menjadi acuan KPU mencoret nama OSO dari daftar calon anggota DPD. Pasalnya, bersangkutan saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mempertanyakan kesiapan DPD pascadika-bulkannya gugatan OSO di MA.

“Apakah DPD mengelola diri dan siap akan mirip lagi dengan DPR? Ja-ngan lupa DPR itu representasi rakyat dan DPD itu representasi daerah. Lalu apa bedanya dengan DPR kalau DPD berisi orang-orang parpol? DPD itu untuk siapa?” tanya Siti.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya