Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Praperadilan Harusnya tidak Hambat Polri

AKMAL FAUZI
15/10/2018 09:15
Praperadilan Harusnya tidak Hambat Polri
(Ilustrasi--Thinkstock)

PAKAR tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih menyebut praperadilan semestinya tak menghambat Polri menetapkan tersangka dalam sebuah kasus hukum. Apalagi jika kasus itu sudah dilaporkan puluhan tahun silam.
“Khawatir jejaknya hilang karena kejadiannya sudah lama,” kata Yenti.

Pernyataan Yenti ini menyikapi upaya ketiga kalinya pengusaha Gunawan Jusuf mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Gunawan mengajukan praperadilan atas status saksi terlapor yang ditetapkan Bareskrim Polri dalam kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang.

Yenti menyatakan gugatan praperadilan tidaklah menghalangi penyidikan Polri. Praperadilan, kata dia, justru harus menjadi pemicu polisi untuk segera menetapkan tersangka baru.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menyatakan, jika menemukan indikasi kuat terjadi tindak pidana, penyidik tidak perlu ragu menetapkan tersangka. Apalagi jika sudah memiliki dua alat bukti.
“Tapi, kalau tidak cukup bukti, jangan coba-coba karena akan mendapatkan perlawanan hukum,” kata Edi.

Mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini menyebutkan langkah hukum praperadilan harus dibatasi untuk mendapatkan kepastian hukum di Indonesia. “Agar tidak menghambat proses penyelidikan maupun penyidikan. Karena ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum,” kata dia.

Dugaan penipuan
Warga negara Singapura, Toh Keng Siong, beberapa melaporkan Gunawan Jusuf atas perkara dugaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia mengaku merugi hingga US$126 juta karena menempatkan dana ke PT Makindo milik Gunawan.

Laporan pertama dilakukan pada 2004, namun dihentikan (SP3) karena tak cukup bukti. Toh Keng lantas mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2008. Pengadilan mengabulkan dan polisi diminta menindaklanjuti kasus itu. Divisi Hukum Polri lalu mengajukan Peninjauan Kembali putusan PN Jakarta Selatan dan memenangkan pemohon. Putusan itu menguatkan SP3 penyidik.

Pada 2015, Claudine Jusuf, istri Gunawan Jusuf, memberikan keterangan bahwa perusahaan yang dikelola mantan suaminya pernah menerima uang yang sifatnya diinvestasikan oleh Toh Keng Siong selama periode 1999 sampai 2004. Keterangan ini membuat Toh Keng membuat laporan baru pada 2016 dan 2018. Tercatat, ia membuat tiga laporan.

Laporan terakhir ini yang memicu Gunawan mengajukan praperadilan. Ketiga surat perintah penyidikan dari Bareskrim Polri itu dianggap tidak sah, tidak mempunyai nilai hukum, dan harus dibatalkan.

Alasannya, perkara tersebut memiliki subjek, objek, materi perkara, locus delicti, dan tempus delicti yang sama (Nebis In Idem) dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor: 87 PK/PID/2013 tertanggal 24 Desember 2013.

Pihak Gunawan menganggap putusan PK MA tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Putusan perkara yang disidik Bareskrim itu disebut bukan perkara pidana, perkara telah kedaluwarsa, dan penyidik dilarang memproses hukum apa pun.

Beberapa kali dimintai konfirmasi soal kasus ini, Marx Adryan, kuasa hukum Gunawan, tak banyak berkomentar. “Tidak ada komentar dulu karena belum ada sidang.’’ (Ant/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya