Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
MEMASUKKAN kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan ke dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikhawatirkan menjadi penghalang.
Khususnya terkait penuntutan yang efektif karena adanya ketentuan dan asas-asas umum dalam hukum pidana yang justru tidak sejalan dengan karakteristik kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusian.
Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanisia menyebutkan asas retroaktif untuk pelanggaran HAM berat tidak diatur dalam buku 1 RKUHP.
Akibatnya, tindak pidana pelanggaran HAM berat kehilangan asas khusus yang sebelumnya telah melekat di pengaturan UU No 26 Tahun 2006.
"Jadi RKUHP tidak secara tegas mengatur tentang tidak ada batasan mengenai kedaluwarsa penuntutan dan menjalankan pidana untuk tindak pidana pelanggaran berat terhadap HAM," terangnya.
Menurut Putri masih banyak penerjemahan dan pengadopsian kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mengalami kesalahan yang kemudian akan memperburuk pendefenisian kejahatan-kejahatan ini.
Rujukan hukum internasional, lanjutnya, praktik peng-adilan pidana internasional dan juga putusan dalam peng-adilan HAM Indonesia tidak diperhitungkan secara serius sebagai rujukan utama dalam merumuskan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam RKUHP.
"Pengaturan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam RKUHP tidak bisa dilepaskan dengan pengaturan lainnya. Misalnya, terkait dengan model pertanggungjawaban para pelakunya," jelas Putri.
Ketentuan yang terkait itu misalnya terkait pertanggungjawaban komando juga masih buruk dari sisi perumusan. Adapun dari sisi penempatan, pertanggungjawaban komando, polisi atau atasan sipil lainnya seharusnya di buku 1 RKUHP dan bukan di buku 2.
Pasalnya, penempatan di buku 2 akan memperlihatkan bahwa penyusunan melihat pertanggungjawaban tersebut sebagai tindak pidana. Padahal pertanggungjawaban komandan, polisi atau atasan sipil lainnya ialah bentuk pertanggungjawaban (modes of criminal responsibility).
Selain itu, tidak diketahui bagaimana hubungan antara pengaturan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam RKUHP dengan UU No 26 Tahun 2000, khususnya terkait dengan implementasi tindak pidana ini.
Buka peluang
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter mengatakan meskipun Pasal 729 revisi RKUHP membuka peluang kewenangan lembaga-lembaga independen tetap berwenang menangani tindak pidana khusus, Pasal 723 RKUHP kembali mementahkan kekuatan Pasal 729 tersebut.
Hal itu diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 30 Tahun 2003 tentang KPK.
Namun, pada draf per tanggal 8 Maret 2018, penjatuhan pidana denda Tipikor menjadi rendah ketimbang dengan UU Tipikor.
Hal itu diperparah dengan pemberlakuan Pasal 63 ayat (2) RKUHP yang menentukan jika pidana denda dan pidana badan dijatuhkan secara kumulatif, pidananya tidak boleh melampaui separuh batas maksimum kedua jenis pidana pokok yang diancamkan tersebut.
"Artinya, penjeraan yang dimaksudkan untuk dicapai pada UU Tipikor terhadap terdakwa korupsi tidak tercapai,'' papar Putri. (P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved